Selama dua hari kami bersama puluhan keluarga mengikuti rihlah a'iliyah. Gerimis menemani perjalanan ini, beberapa menit sebelum bumi Claket bersentuhan dengan kaki-kaki kami. Seakan mengerti kompromi, butir-butir hujan itu tidak membasahi villa saat kami tiba.
Ada evaluasi amal siyasi dalam rihlah kali ini. Acara bakar jagung hingga dini hari. Dan, qiyamullail di tengah sepi. Setelah Subuh kami mendapat taujih Ustadz pengisi acara Bening Hati di TVRI. Berikutnya adalah saat-saat bersama keluarga; jalan-jalan, bincang-bincang, menikmati alam, sampai menemani anak-anak berenang.
Rihlah merupakan sebuah aktifitas yang kita butuhkan untuk melepas kepenatan. Ia juga kita perlukan untuk memperbaharui kesegaran berpikir dan sebagai sarana merenungi kebesaran-Nya. Karenanya, rihlah menjadi salah satu sarana tarbiyah.
Lebih dari itu, rihlah a'iliyah menjadi sarana peningkatan keharmonisan rumah tangga. Keluarga sakinah, adalah tujuannya. Melalui rihlah a'iliyah kita berbicara kepada istri dari hati ke hati; didukung suasana santai dan romantisme alam yang mungkin jarang kita temukan dalam keseharian. Melalui rihlah a'iliyah kita mencurahkan perhatian pada anak-anak, bercanda dengan mereka, bermain bersama mereka; sesuatu yang mungkin sulit kita alami -dalam kualitas yang sama- di tengah padatnya kesibukan kita; pekerjaan, amal tarbawi, sampai amal siyasi.
Tentu saja ada banyak keistimewaan rihlah. Itulah mengapa kita mendapatkan 9 ayat yang memerintahkan rihlah 'berjalan di muka bumi' dalam Al-Qur'an. Terlebih jika dalam rihlah yang kita lakukan ada waktu khusus untuk melakukan perenungan. Inilah penghentian sejenak. Yang oleh Anis Matta dikatakan :
"Kita memerlukan saat-saat seperti itu; saat di mana kita melepas kepenatan yang mengurangi ketajaman hati, saat di mana kita membebaskan diri dari rutinitas yang mengurangi kepekaan spiritual, saat di mana kita melepaskan sejenak beban dakwah selama ini kita pikul yang mungkin menguras stamina kita atau beban-beban aktivitas keduniaan yang lain yang sering membuat kita lelah. Kita memerlukan saat-saat seperti itu karena kita perlu membuka kembali peta perjalanan dakwah dan hidup kita; melihat-lihat jauhnya jarak yang telah kita tempuh dan sisa perjalanan yang masih harus kita lalui; menengok kembali hasil-hasil yang telah kita raih; meneliti rintangan yang mungkin menghambat laju pertumbuhan dakwah kita; memandang ke alam sekitar karena banyak aspek dari lingkungan strategis kita telah berubah."
Maka dua hari itu menjadi sangat berarti bagi kami. Lalu, gerimis kembali hadir mengantar kepergian kami. Tidak sampai merepotkan atau membuat basah kuyup baju dan tubuh kami. Butir-butir air langit itu justru menjadi simbol; sebagaimana kedatangannya untuk mengusir debu di bumi dan menumbuhkan kehidupan, rihlah ini telah mengusir kepenatan dan menumbuhkan semangat baru bagi kami. [Muchlisin]
0 comments:
Post a Comment