17 hari berlalu. Tidak satupun ada posting baru. 17 hari bukan waktu yang singkat. Apalagi untuk mewujudkan sebuah keinginan yang barangkali sudah menjadi tekad. Dan tekad itu di tulis di sini, di blog ini. Paragraf pertama dalam Perang Muktah dan Momentum Kepahlawanan menjadi saksi tekad itu. Dan... kekhawatiran itu terjadi. 23 hari tanpa posting Renungan Harian.
Hari ini, setelah merenungkan apa yang terjadi selama itu aku menyimpulkan adanya dua hal yang menjadi penyebabnya. Pertama, faktor intern; masih lemahnya kemampuan menulis secara rutin dan menyempatkan waktu untuk mempostingnya. Sering sekali muncul ide-ide baru, pemikiran, atau hasil renungan tetapi ada kesulitan untuk menuangkannya dalam bentuk tulisan. Di samping itu, kekurangmampuan untuk memenej waktu juga menjadi saham terbengkalainya ide yang kemudian tersapu begitu saja dari memori; menguap seiring bergantinya hari.
Kedua, faktor ekstern. Beberapa waktu ini ada tiga hal yang menguatkan faktor pertama: pekerjaan yang lebih padat; tugas kuliah makin banyak; dan tambahan amanah organisasi. Tiga hal itu tentu saja menyita waktu yang lebih banyak dari biasanya. Tetapi, memposisikan keadaan sebagai kesalahan bukanlah sebuah pilihan yang bijak. Seorang Ketua KAMMI Komisariat pernah menulis pada pendahuluan LPJ-nya: "Kita tidak boleh mempolitisir ketidakmampuan atas nama ketidakmauan." Sebuah pepatah yang penuh hikmah juga mengajarkan kita "Biasakan tulunjuk mengarah pada diri sendiri."
Semoga Allah memberikan ke-istiqomah-an padaku untuk menulis. Mungkin tulisan-tulisan ini tidak banyak berarti. Tetapi aku berharap ia menjadi butiran pasir atau setetes air dari pondasi raksasa atau dinding akbar peradaban Islam. Menulis setiap hari memang berat dan tulisan ini telah menjadi saksi. Tetapi, apakah itu tidak mungkin dilakukan? Bagaimana menurut kawan-kawan? [Muchlisin]
0 comments:
Post a Comment