Membaca kembali Fathul Bari hadits kesebelas dan kedua belas, membuat diri ini merenung lebih dalam.
Pada dua hadits shahih Bukhari itu, ada pertanyaan bernada sama tetapi dijawab berbeda oleh Rasulullah. Pertanyaannya berbunyi: "Ayyul Islaami afdhal?" dan "Ayyul Islaami khair?". Dalam bahasa Indonesia, keduanya bisa diartikan "Bagaimanakah Islam yang paling utama?"
Pada pertanyaan pertama Rasulullah menjawab: "Seorang muslim yang menyelamatkan muslim lainnya dari bencana akibat lisan dan tangannya" Sedangkan pada pertanyaan kedua, jawaban Rasulullah: "Memberi makan serta mengucap salam pada orang yang kau kenal dan tidak kau kenal".
Meskipun dalam bahasa Arab afdhal tidak sama persis dengan khair, kita pun akan mendapatkan pertanyaan lain yang sama dijawab berbeda oleh Rasulullah. Misalnya "Ayyul amali afdhal?" Amal apa yang paling utama. Sang Nabi dalam satu kesempatan menjawab "Al-Imaanu billah wa jihaad fii sabiilillah" Iman kepada Allah dan jihad fi sabilillah. Hadits yang lain merekam jawaban beliau: "Ash-Shalaatu 'alaa miiqaatihaa" Shalat di awal waktu. Ada pula: "Alaika bish shaum" Berpuasalah. Pertanyaannya sama: amal yang paling utama.
Penjelasan Ibnu Hajar Al-Asqalani memberikan jawaban yang paling tepat sekaligus mengingatkan kita untuk memperbaiki diri. "Jawaban berbeda itu", kata beliau dalam Fathul Baari, "disebabkan perbedaan kondisi penanya dan pendengarnya."
Dengan demikian disebutkannya jawaban yang berbeda tersebut adalah sesuai dengan kebutuhan si penanya pada waktu itu agar mereka melakukan perbaikan pada amal yang merupakan sisi lemah mereka. Bagi penanya yang keimanannya tak lagi diragukan, semangat jihad yang selalu membara, shalat jama'ahnya tak pernah ketinggalan, tetapi lisannya terkadang terpeleset dengan kata yang bisa menyakitkan sahabat atau tetangganya, jawaban Rasulullah "Seorang muslim yang menyelamatkan muslim lainnya dari bencana akibat lisan dan tangannya" adalah jawaban yang paling tepat. Lalu jadilah sahabat Nabi ini sempurna atau lebih dekat dengan kesempurnaan.
Untuk orang yang shalat malamnya istiqamah, puasa sunnahnya luar biasa, selalu berkontribusi dalam jihad tetapi kurang peka terhadap tetangga yang kekurangan atau kurang tanggap untuk mengucap salam terlebih dahulu, maka petuah sang Nabi "Memberi makan serta mengucap salam pada orang yang kau kenal dan tidak kau kenal" adalah solusi tepat baginya. Lalu jadilah mukmin ini sempurna atau lebih dekat dengan kesempurnaan.
Lalu orang yang amal sosialnya bagus, kedermawanannya luar biasa, tetapi masih ada keraguan khususnya ketika menghadapi seruan jihad, ia pun mendapatkan obat yang paling dibutuhkannya ketika menghadap Rasulullah dan bertanya apa yang paling utama. "Al-Imaanu billah wa jihaad fii sabiilillah" membuatnya menyadari bahwa yang terbaik bahkan belum ia miliki. Maka ia segera memenuhi. Lalu jadilah mukmin ini sempurna atau lebih dekat dengan kesempurnaan.
Pun mereka yang kokoh dalam jihad, sigap dalam berinfaq, semangat berdakwah, dan sibuk dalam amal-amal Islam, namun terpeleset dalam prioritas hingga ketinggalan shalat jama'ah, Rasulullah memberikan terapi terbaik "Ash-Shalaatu 'alaa miiqaatihaa". Shalatlah tepat pada waktunya, bersama jama'ah, jangan ketinggalan takbiratul ula imam. Lalu jadilah mukmin ini sempurna atau lebih dekat dengan kesempurnaan.
Jawaban paling berharga juga didapatkan oleh ia yang selalu turut berjihad, hadir dalam jamaah setiap shalat, bersemangat dalam infaq, tetapi kurang sabar dalam menghadapi permasalahan. Kepada orang seperti ini Rasul bersabda "Alaika bish shaum". Berpuasalah. Lalu jadilah mukmin ini sempurna atau lebih dekat dengan kesempurnaan.
Maka begitulah harusnya seorang dai. Ia memberikan jawaban paling tepat bagi orang yang membutuhkannya. Lebih dari itu, renungan yang pantas kita lakukan bukan saja memposisikan diri menjadi tinggi. Sadarilah kekurangan kita. Lalu cobalah membayangkan seandainya kita yang bertanya: "Wahai Rasulullah, amal apa yang paling utama?" Mungkin Rasulullah akan menjawab: Al-Imaanu billah, jihaad fii sabiilillah, shalaatu 'alaa miiqaatihaa, birrul walidain, alaika bish shaum,... dan sederet jawaban yang amat panjang. Sebab iman kita sering goyah, semangat jihad kita lemah, sering ketinggalan shalat jama'ah, kurang berbakti pada orang tua, tidak sabar berhadapan dengan masalah, tidak peka dengan problematika sosial, dan sebagainya.
Ya Allah... ampuni kami yang begitu banyak dosa dan amat jauh dari sempurna. Perbaikilah kami, mudahkanlah diri ini mengikuti jejak Rasul-Mu dan sahabat-sahabatnya yang tak pernah menyiakan waktu. [Muchlisin]
Pada dua hadits shahih Bukhari itu, ada pertanyaan bernada sama tetapi dijawab berbeda oleh Rasulullah. Pertanyaannya berbunyi: "Ayyul Islaami afdhal?" dan "Ayyul Islaami khair?". Dalam bahasa Indonesia, keduanya bisa diartikan "Bagaimanakah Islam yang paling utama?"
Pada pertanyaan pertama Rasulullah menjawab: "Seorang muslim yang menyelamatkan muslim lainnya dari bencana akibat lisan dan tangannya" Sedangkan pada pertanyaan kedua, jawaban Rasulullah: "Memberi makan serta mengucap salam pada orang yang kau kenal dan tidak kau kenal".
Meskipun dalam bahasa Arab afdhal tidak sama persis dengan khair, kita pun akan mendapatkan pertanyaan lain yang sama dijawab berbeda oleh Rasulullah. Misalnya "Ayyul amali afdhal?" Amal apa yang paling utama. Sang Nabi dalam satu kesempatan menjawab "Al-Imaanu billah wa jihaad fii sabiilillah" Iman kepada Allah dan jihad fi sabilillah. Hadits yang lain merekam jawaban beliau: "Ash-Shalaatu 'alaa miiqaatihaa" Shalat di awal waktu. Ada pula: "Alaika bish shaum" Berpuasalah. Pertanyaannya sama: amal yang paling utama.
Penjelasan Ibnu Hajar Al-Asqalani memberikan jawaban yang paling tepat sekaligus mengingatkan kita untuk memperbaiki diri. "Jawaban berbeda itu", kata beliau dalam Fathul Baari, "disebabkan perbedaan kondisi penanya dan pendengarnya."
Dengan demikian disebutkannya jawaban yang berbeda tersebut adalah sesuai dengan kebutuhan si penanya pada waktu itu agar mereka melakukan perbaikan pada amal yang merupakan sisi lemah mereka. Bagi penanya yang keimanannya tak lagi diragukan, semangat jihad yang selalu membara, shalat jama'ahnya tak pernah ketinggalan, tetapi lisannya terkadang terpeleset dengan kata yang bisa menyakitkan sahabat atau tetangganya, jawaban Rasulullah "Seorang muslim yang menyelamatkan muslim lainnya dari bencana akibat lisan dan tangannya" adalah jawaban yang paling tepat. Lalu jadilah sahabat Nabi ini sempurna atau lebih dekat dengan kesempurnaan.
Untuk orang yang shalat malamnya istiqamah, puasa sunnahnya luar biasa, selalu berkontribusi dalam jihad tetapi kurang peka terhadap tetangga yang kekurangan atau kurang tanggap untuk mengucap salam terlebih dahulu, maka petuah sang Nabi "Memberi makan serta mengucap salam pada orang yang kau kenal dan tidak kau kenal" adalah solusi tepat baginya. Lalu jadilah mukmin ini sempurna atau lebih dekat dengan kesempurnaan.
Lalu orang yang amal sosialnya bagus, kedermawanannya luar biasa, tetapi masih ada keraguan khususnya ketika menghadapi seruan jihad, ia pun mendapatkan obat yang paling dibutuhkannya ketika menghadap Rasulullah dan bertanya apa yang paling utama. "Al-Imaanu billah wa jihaad fii sabiilillah" membuatnya menyadari bahwa yang terbaik bahkan belum ia miliki. Maka ia segera memenuhi. Lalu jadilah mukmin ini sempurna atau lebih dekat dengan kesempurnaan.
Pun mereka yang kokoh dalam jihad, sigap dalam berinfaq, semangat berdakwah, dan sibuk dalam amal-amal Islam, namun terpeleset dalam prioritas hingga ketinggalan shalat jama'ah, Rasulullah memberikan terapi terbaik "Ash-Shalaatu 'alaa miiqaatihaa". Shalatlah tepat pada waktunya, bersama jama'ah, jangan ketinggalan takbiratul ula imam. Lalu jadilah mukmin ini sempurna atau lebih dekat dengan kesempurnaan.
Jawaban paling berharga juga didapatkan oleh ia yang selalu turut berjihad, hadir dalam jamaah setiap shalat, bersemangat dalam infaq, tetapi kurang sabar dalam menghadapi permasalahan. Kepada orang seperti ini Rasul bersabda "Alaika bish shaum". Berpuasalah. Lalu jadilah mukmin ini sempurna atau lebih dekat dengan kesempurnaan.
Maka begitulah harusnya seorang dai. Ia memberikan jawaban paling tepat bagi orang yang membutuhkannya. Lebih dari itu, renungan yang pantas kita lakukan bukan saja memposisikan diri menjadi tinggi. Sadarilah kekurangan kita. Lalu cobalah membayangkan seandainya kita yang bertanya: "Wahai Rasulullah, amal apa yang paling utama?" Mungkin Rasulullah akan menjawab: Al-Imaanu billah, jihaad fii sabiilillah, shalaatu 'alaa miiqaatihaa, birrul walidain, alaika bish shaum,... dan sederet jawaban yang amat panjang. Sebab iman kita sering goyah, semangat jihad kita lemah, sering ketinggalan shalat jama'ah, kurang berbakti pada orang tua, tidak sabar berhadapan dengan masalah, tidak peka dengan problematika sosial, dan sebagainya.
Ya Allah... ampuni kami yang begitu banyak dosa dan amat jauh dari sempurna. Perbaikilah kami, mudahkanlah diri ini mengikuti jejak Rasul-Mu dan sahabat-sahabatnya yang tak pernah menyiakan waktu. [Muchlisin]
0 comments:
Post a Comment