Demonstrasi besar yang berujung jatuhnya Husni Mubarak (11/2) itu kemudian dikenal dengan Revolusi Mesir. Aksi selama 18 hari sejak 25 Januari itu juga disebut Revolusi 25 Januari. Namun tidak banyak kaumslimin yang mengetahui rahasia di balik revolusi itu dan langkah berikutnya. Inilah lima rahasia revolusi Mesir:
Revolusi Mesir Dimotori Para Pemuda
Seperti sejumlah revolusi di berbagai penjuru dunia lainnya, revolusi Mesir ini juga dimotori oleh para pemuda. Merekalah yang memiliki semangat perubahan sekaligus keberanian untuk bersuara. Meskipun generasi tua juga merindukan perubahan, namun mereka sangat memperhitungkan resiko untuk berteriak “runtuhkan rezim Mubarak”. Sedangkan para pemuda Mesir –sebagaimana pemuda lainnya- tidak terlalu peduli dengan resiko, meskipun itu adalah kematian.
Revolusi Mesir pada Mulanya Hanya Menuntut Mundur Mendagri
Mungkin seperti reformasi 1998 di Indonesia yang awalnya tidak berani menuntut Soeharto mundur, revolusi Mesir pada aksi besar pertama 25 Januari juga tidak menyerukan Mubarak lengser. Saat itu yang disiapkan hanyalah menurunkan Menteri Dalam Negeri, menyeretnya ke pengadilan dan mendendanya 1200 Junaih sebagai batas minimal upah. Ini terkait dengan meratanya angka kemiskinan di Mesir dan rendahnya upah tenaga kerja.
Revolusi Mesir adalah Kerja Bersama Seluruh Elemen
“Rakyat bersatu tak bisa dikalahkan.” Adagium ini menemukan kebenarannya kembali di Mesir. Seluruh elemen pemuda dan rakyat bahu membahu, bersatu padu di bawah misi yang sama: perubahan. Lapangan Tahrir menjadi saksi bersatunya seluruh elemen itu: Ikhwan, kaum muslimin, golongan kiri hingga warga Kristen. Jadi revolusi Mesir bukan hanya kerja Ikhwan seperti diopinikan sebagian orang. Meskipun pemuda Ikhwan terlibat masif, diantaranya dengan menjadi pengaman batas luar aksi dan pendirian rumah sakit lapangan, pemuda-pemuda Ikhwan sendiri mengakui revolusi adalah kerja bersama. Opini Ikhwan sebagai penggerak revolusi barangkali muncul karena sebagian foto yang dipublikasikan di dunia menampakkan warna-warna Islami revolusi. Seperti shalat jama’ah di lapangan tahrir dan sebagainya.
Turunnya Mubarak adalah Fase Tersulit, Namun Baru Permulaan
Menurunkan presiden Mubarak merupakan fase tersulit namun hal itu baru permulaan dan bukan yang terakhir. Itulah yang dikatakan para pemuda pemantik Revolusi Mesir. Mengapa demikian? Sebab para pemuda itu menyadari turunnya Mubarak bukanlah segala-galanya. Dengan jatuhnya diktator yang telah menguasai Mesir selama 30 tahun itu bukan berarti masalah selesai. Setelah ini mungkin ada demokrasi, kebebasan berpendapat dan kebebasan berserikat. Namun gurita birokrasi masih bergerak dengan karakter rezim lama. Dikhawatirkan pula bersamaan dengan itu muncul masalah baru: demokrasi yang tidak efektif dan kemiskinan yang tidak terselesaikan. Lalu datang kembali kerinduan pada sosok otoriter.
Lebih dari itu, pemuda pelopor revolusi juga merasakan tanggung jawab lebih besar untuk mengubah Mesir menjadi lebih baik, lebih berjati diri, dan karenanya harus berperan dalam kebebasan sesama negeri Islam.
Revolusi Mesir Menjadi Sarana Pembebasan Palestina
Inilah cita-cita para pemuda pemantik revolusi. Ahmad Mahir, jubir pemuda revolusi menyatakan, tidak mungkin mengabaikan persoalan Palestina dalam tuntutan revolusi. Mesir harus kembali mengambil peran di Palestina. Dan itu harus dimulai dengan pembebasan blokade Gaza sebagaimana seruan Syaikh Yusuf Qardhawi. Ia menyebutkan bahwa bangsa yang terblokade di Gaza adalah kezaliman rezim Mubarak, dan saat ini tiba untuk mengakhiri kezaliman itu.[AN/bsb]
Revolusi Mesir Dimotori Para Pemuda
Seperti sejumlah revolusi di berbagai penjuru dunia lainnya, revolusi Mesir ini juga dimotori oleh para pemuda. Merekalah yang memiliki semangat perubahan sekaligus keberanian untuk bersuara. Meskipun generasi tua juga merindukan perubahan, namun mereka sangat memperhitungkan resiko untuk berteriak “runtuhkan rezim Mubarak”. Sedangkan para pemuda Mesir –sebagaimana pemuda lainnya- tidak terlalu peduli dengan resiko, meskipun itu adalah kematian.
Revolusi Mesir pada Mulanya Hanya Menuntut Mundur Mendagri
Mungkin seperti reformasi 1998 di Indonesia yang awalnya tidak berani menuntut Soeharto mundur, revolusi Mesir pada aksi besar pertama 25 Januari juga tidak menyerukan Mubarak lengser. Saat itu yang disiapkan hanyalah menurunkan Menteri Dalam Negeri, menyeretnya ke pengadilan dan mendendanya 1200 Junaih sebagai batas minimal upah. Ini terkait dengan meratanya angka kemiskinan di Mesir dan rendahnya upah tenaga kerja.
Revolusi Mesir adalah Kerja Bersama Seluruh Elemen
“Rakyat bersatu tak bisa dikalahkan.” Adagium ini menemukan kebenarannya kembali di Mesir. Seluruh elemen pemuda dan rakyat bahu membahu, bersatu padu di bawah misi yang sama: perubahan. Lapangan Tahrir menjadi saksi bersatunya seluruh elemen itu: Ikhwan, kaum muslimin, golongan kiri hingga warga Kristen. Jadi revolusi Mesir bukan hanya kerja Ikhwan seperti diopinikan sebagian orang. Meskipun pemuda Ikhwan terlibat masif, diantaranya dengan menjadi pengaman batas luar aksi dan pendirian rumah sakit lapangan, pemuda-pemuda Ikhwan sendiri mengakui revolusi adalah kerja bersama. Opini Ikhwan sebagai penggerak revolusi barangkali muncul karena sebagian foto yang dipublikasikan di dunia menampakkan warna-warna Islami revolusi. Seperti shalat jama’ah di lapangan tahrir dan sebagainya.
Turunnya Mubarak adalah Fase Tersulit, Namun Baru Permulaan
Menurunkan presiden Mubarak merupakan fase tersulit namun hal itu baru permulaan dan bukan yang terakhir. Itulah yang dikatakan para pemuda pemantik Revolusi Mesir. Mengapa demikian? Sebab para pemuda itu menyadari turunnya Mubarak bukanlah segala-galanya. Dengan jatuhnya diktator yang telah menguasai Mesir selama 30 tahun itu bukan berarti masalah selesai. Setelah ini mungkin ada demokrasi, kebebasan berpendapat dan kebebasan berserikat. Namun gurita birokrasi masih bergerak dengan karakter rezim lama. Dikhawatirkan pula bersamaan dengan itu muncul masalah baru: demokrasi yang tidak efektif dan kemiskinan yang tidak terselesaikan. Lalu datang kembali kerinduan pada sosok otoriter.
Lebih dari itu, pemuda pelopor revolusi juga merasakan tanggung jawab lebih besar untuk mengubah Mesir menjadi lebih baik, lebih berjati diri, dan karenanya harus berperan dalam kebebasan sesama negeri Islam.
Revolusi Mesir Menjadi Sarana Pembebasan Palestina
Inilah cita-cita para pemuda pemantik revolusi. Ahmad Mahir, jubir pemuda revolusi menyatakan, tidak mungkin mengabaikan persoalan Palestina dalam tuntutan revolusi. Mesir harus kembali mengambil peran di Palestina. Dan itu harus dimulai dengan pembebasan blokade Gaza sebagaimana seruan Syaikh Yusuf Qardhawi. Ia menyebutkan bahwa bangsa yang terblokade di Gaza adalah kezaliman rezim Mubarak, dan saat ini tiba untuk mengakhiri kezaliman itu.[AN/bsb]
0 comments:
Post a Comment