Sukses tak semudah membalikkan telapak tangan. Ia juga tak semudah mengucap sim salabim dalam sebuah pertunjukkan sulap. Sukses, adalah pencapaian panjang. Tumpukan keberhasilan kecil dalam waktu yang tak terhingga, itulah kesuksesan.
Sebut saja sukses Rasulullah dalam berdakwah. Bukan dalam hitungan hari, tapi puluhan tahun. Belum lagi dakwah yang dilanjutkan oleh pengikut-pengikut beliau, jumlahnya bisa ratusan bahkan ribuan tahun hingga zaman kita ini.
Terkait duniawi pun, sukses merupakan capaian panjang. Sebelum akhirnya menemukan lampu, Thomas Alfa Edison sudah melakukan ratusan percobaan. Bahkan, dalam sebuah sumber dikatakan bahwa percobaan sukses yang dia lakukan itu, mencapai angka ribuan. Senada dengan Edison, Wright bersaudara sang penemu pesawat terbang pun bernasib sama. Para suksesor itu, telah menginvestasikan tumpukan modal. Baik waktu, dana, dan seterusnya. Maka, sukses, hanya milik mereka yang bermental baja. Yang tak lekang lantaran terik mentari, dan tahan gigil ketika dingin menyergap.
Dalam sebuah kisah kuno, tersebutlah Semut dan Belalang. Dua makhluk Allah ini hendak memberikan kita pelajaran berharga tentang sukses, dan cara menggapainya.
Di kalau tiba musim panas, Belalang asyik menikmati dedaunan dan segala ihwal makanan. Mereka menikmati musim ini dengan berpesta pora. Dalam angan mereka, musim panas merupakan kesempatan berpesta, karena ketika musim dingin menyapa, mereka tidak bisa leluasa melakukan hal ini. Alhasil, di sepanjang musim itu, mereka habiskan waktunya untuk makan, main dan tidur belaka.
Ketika mereka melihat kawanan Semut yang sibuk mengumpulkan sisa-sisa dedaunan yang mereka makan untuk ditimbun di sarangnya, mereka memicingkan mata dan berkata pongah, “Mut, ini musim panas. Saatnya berpesta pora. Mengapa kalian masih saja bekerja keras menimbun makanan di sarang kalian?” Semut dan kawanannya, hanya melirik dan tak menghiraukan ocehan Belalang-belalang itu.
Waktu berjalan. Musim pun berganti. Panas berpamit, dingin serta merta menyergap. Tanpa permisi. Alhasil, kawanan Belalang yang baru saja menikmati pesta pora musim panas, merasa kebingungan. Mereka belum mempersiapkan apapun untuk kehidupan di musim dingin. Sementara itu, ketika musim dingin, mereka harus banyak berlindung di dalam tanah untuk menghindari sergapan dingin yang bisa dengan mudah merenggut nyawa mereka.
Di tempat lain, Semut-semut yang telah mengumpulkan aneka bekal untuk musim dingin itu, tengah menikmati kehangatan di sarang mereka dengan persediaan makanan yang sangat cukup. Sembari menghangatkan tubuh dan menyantap sajian-sajian itu, mereka asyik bercanda dan bertegur sapa dengan sesamanya.
Jika terkait hal duniawi berlaku demikian, maka terkait ukhrowi jauh lebih kompleks. Sehingga, siapapun kita, harus menjadi semut. Semut yang sabar mengumpulkan bekal untuk kehidupan selepas mati, Semut yang tak terlalu menggubris ejekan Belalang yang mengajak agar mereka menikmati pesta pora sementara itu. Dengan meneladani Semut dalam fable ini, insya Allah hidup kita akan lebih sukses, bahagia dunia dan akhirat. Aamiin. []
Penulis : Pirman
Redaksi Bersamadakwah.com
Sebut saja sukses Rasulullah dalam berdakwah. Bukan dalam hitungan hari, tapi puluhan tahun. Belum lagi dakwah yang dilanjutkan oleh pengikut-pengikut beliau, jumlahnya bisa ratusan bahkan ribuan tahun hingga zaman kita ini.
Terkait duniawi pun, sukses merupakan capaian panjang. Sebelum akhirnya menemukan lampu, Thomas Alfa Edison sudah melakukan ratusan percobaan. Bahkan, dalam sebuah sumber dikatakan bahwa percobaan sukses yang dia lakukan itu, mencapai angka ribuan. Senada dengan Edison, Wright bersaudara sang penemu pesawat terbang pun bernasib sama. Para suksesor itu, telah menginvestasikan tumpukan modal. Baik waktu, dana, dan seterusnya. Maka, sukses, hanya milik mereka yang bermental baja. Yang tak lekang lantaran terik mentari, dan tahan gigil ketika dingin menyergap.
Dalam sebuah kisah kuno, tersebutlah Semut dan Belalang. Dua makhluk Allah ini hendak memberikan kita pelajaran berharga tentang sukses, dan cara menggapainya.
Di kalau tiba musim panas, Belalang asyik menikmati dedaunan dan segala ihwal makanan. Mereka menikmati musim ini dengan berpesta pora. Dalam angan mereka, musim panas merupakan kesempatan berpesta, karena ketika musim dingin menyapa, mereka tidak bisa leluasa melakukan hal ini. Alhasil, di sepanjang musim itu, mereka habiskan waktunya untuk makan, main dan tidur belaka.
Ketika mereka melihat kawanan Semut yang sibuk mengumpulkan sisa-sisa dedaunan yang mereka makan untuk ditimbun di sarangnya, mereka memicingkan mata dan berkata pongah, “Mut, ini musim panas. Saatnya berpesta pora. Mengapa kalian masih saja bekerja keras menimbun makanan di sarang kalian?” Semut dan kawanannya, hanya melirik dan tak menghiraukan ocehan Belalang-belalang itu.
Waktu berjalan. Musim pun berganti. Panas berpamit, dingin serta merta menyergap. Tanpa permisi. Alhasil, kawanan Belalang yang baru saja menikmati pesta pora musim panas, merasa kebingungan. Mereka belum mempersiapkan apapun untuk kehidupan di musim dingin. Sementara itu, ketika musim dingin, mereka harus banyak berlindung di dalam tanah untuk menghindari sergapan dingin yang bisa dengan mudah merenggut nyawa mereka.
Di tempat lain, Semut-semut yang telah mengumpulkan aneka bekal untuk musim dingin itu, tengah menikmati kehangatan di sarang mereka dengan persediaan makanan yang sangat cukup. Sembari menghangatkan tubuh dan menyantap sajian-sajian itu, mereka asyik bercanda dan bertegur sapa dengan sesamanya.
Jika terkait hal duniawi berlaku demikian, maka terkait ukhrowi jauh lebih kompleks. Sehingga, siapapun kita, harus menjadi semut. Semut yang sabar mengumpulkan bekal untuk kehidupan selepas mati, Semut yang tak terlalu menggubris ejekan Belalang yang mengajak agar mereka menikmati pesta pora sementara itu. Dengan meneladani Semut dalam fable ini, insya Allah hidup kita akan lebih sukses, bahagia dunia dan akhirat. Aamiin. []
Penulis : Pirman
Redaksi Bersamadakwah.com
0 comments:
Post a Comment