Hi quest ,  welcome  |  sign in  |  registered now  |  need help ?

Menikah; Menundukkan Egoisme Diri

Written By mimin on Friday, February 7, 2014 | 2:25 AM

ilustrasi baitijannati.wordpress.com
Sejak anda membicarakan bab nikah dengan calon mertua, maka di sana terletak pelajaran negoisasi sebenarnya. Karena, ini tentang 'hidup' dan 'mati' anda selepas ijab qobul.

Mulai titik itu, kita harus belajar menunudukkan ego. Maknanya, terkadang, kita harus mengalah untuk mendapatkan kemenangan bersama.

Menundukkan ego ini, bukan hanya ketika itu. Tapi seterusnya selepas hidup bersama dia yang anda cintai karenaNya. Jika sekali saja, apalagi sering kali, anda memaksakan ego anda agar menjadi pemenang, dampaknya bisa berbahaya.

Sedikit contoh. Mungkin, karena bawaan santai ketika masih sendiri, kita biasa ke mana-mana dengan hanya celana panjang dan kaos oblong sandal jepit ala kadarnya. Nah, kebiasaan ini, sering berlanjut.

Namun, selepas ada wanita baik hati yang mau menemani anda, bisa jadi, dia akan cerewet dan berkata, "Mas, pakai baju ini aja. Cocok untuk santai, dan tidak terlalu resmi."

Andai, anda masih saja egois, ini bisa menjadi prahara. Bentuknya, istri tak merasa dihargai. Jika perasaan itu menumpuk, bahaya. Bisa jadi, tumpukan itu akan roboh ketika tak ada penyangganya.

Maka, sadarilah, usul istri di atas, bukan lantaran dia ingin mengatur anda, bukan lantaran dia hendak memangkas kemerdekaan anda. Justru, yang dia lakukan adalah wujud cinta.

Karena, istri anda, ingin agar anda tampil bagus di depan umat. Karena, ketika anda dipuji, ia yang mencintai akan merasa sumringah pula. Betapakah tersayatnya hati sang istri, ketika anda keluar dengan oblong lusuh, sandal japit kotor, kemudian tetangga berkata, 'Semenjak menikah dengan fulanah, fulan kok makin kusem ya?'

Ya. Semoga kita semakin mengerti. Bahwa cinta, seringkali diekspresikan dengan cara yang kurang kita sukai. Itu terjadi, lantaran diri tak kuasa untuk sedikit berlaku bijak.

Jika untuk hal remeh temeh terkait kaos oblong saja bisa menjadi masalah yang besar, maka terhadap hal lain pun, anda mesti berfikir dan bertindak bijak. Satu hal yang harus dicatat : negosiasi hanya terkait hal-hal yang dibolehkan saja. Untuk urusan aturan Allah, yang wajib dan haram, maka batasannya sudah sangat jelas : Kesetiaan, bukan pada suami atau istri kita. Tapi kepada Allah, Rasulullah dan Islam yang mulia. []


Penulis : Pirman
Redaksi Bersamadakwah.com

0 comments:

Post a Comment