Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri) Jenderal Polisi Sutarman, Kamis (13/3) lalu, menyatakan bahwa polisi wanita (polwan) yang tidak berjilbab insya Allah tidak berdosa.
“Insya Allah tidak berdosa karena termasuk kita merelakan hak asasi kita ini, karena memproklamirkan diri menjadi anggota polri," kata Sutarman.
Pernyataan ini segera mendapat reaksi keras dari berbagai organisasi kemasyarakatan (Ormas) Islam, termasuk Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU).
Ketua PBNU, Maksum Machfoedz, menyatakan Kapolri jelas bukan ahli syariat sehingga tidak berhak menentukan fatwa jilbab bagi Polwan. Pendapat ini diungkapkan Maksum Machfoedz saat dihubungi RoL pada Senin (17/3) siang.
"Sejak kapan Kapolri menjadi ahli syariat ya? Soal jilbab itu pilihan bagi Polwan dan titik berat pilihan tidak terletak pada merasa berdosa atau tidak. Itu bukan titik pentingnya dan sama sekali bukan urusan Kapolri!" kata Maksum Machfoedz menegaskan.
Titik terpentingnya adalah toleransi terhadap keberagaman keberagamaan. Jadi, ujarnya, sangat disayangkan kalau seorang pejabat tega-teganya melarang hak seseorang untuk menjalankan syariat.
Kapolri jelas telah menyakiti hati dan keimanan sekelompok orang, papar Maksum, sehingga tentu pantas dipertanyakan kredibilitasnya. Apalagi kalau itu menyangkut perangkat penegak hukum.
Dalam pilar-pilar hak asasi manusia (HAM) menurut NU, jelas Maksum Machfoedz, dasarnya ialah Al-Kulliyyat Al-Khams. Jadi, pernyataan Kapolri itu justru menodai pilar pertama, yaitu hifdzu ad-diin atau perlindungan atas keberagamaan.[ROL/bersamadakwah]
“Insya Allah tidak berdosa karena termasuk kita merelakan hak asasi kita ini, karena memproklamirkan diri menjadi anggota polri," kata Sutarman.
Pernyataan ini segera mendapat reaksi keras dari berbagai organisasi kemasyarakatan (Ormas) Islam, termasuk Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU).
Ketua PBNU, Maksum Machfoedz, menyatakan Kapolri jelas bukan ahli syariat sehingga tidak berhak menentukan fatwa jilbab bagi Polwan. Pendapat ini diungkapkan Maksum Machfoedz saat dihubungi RoL pada Senin (17/3) siang.
"Sejak kapan Kapolri menjadi ahli syariat ya? Soal jilbab itu pilihan bagi Polwan dan titik berat pilihan tidak terletak pada merasa berdosa atau tidak. Itu bukan titik pentingnya dan sama sekali bukan urusan Kapolri!" kata Maksum Machfoedz menegaskan.
Titik terpentingnya adalah toleransi terhadap keberagaman keberagamaan. Jadi, ujarnya, sangat disayangkan kalau seorang pejabat tega-teganya melarang hak seseorang untuk menjalankan syariat.
Kapolri jelas telah menyakiti hati dan keimanan sekelompok orang, papar Maksum, sehingga tentu pantas dipertanyakan kredibilitasnya. Apalagi kalau itu menyangkut perangkat penegak hukum.
Dalam pilar-pilar hak asasi manusia (HAM) menurut NU, jelas Maksum Machfoedz, dasarnya ialah Al-Kulliyyat Al-Khams. Jadi, pernyataan Kapolri itu justru menodai pilar pertama, yaitu hifdzu ad-diin atau perlindungan atas keberagamaan.[ROL/bersamadakwah]
0 comments:
Post a Comment