Besuk tanggal 12 Rabiul Awal adalah tanggal kelahiran nabi, maulid nabi. Mayoritas umat Islam memang meyakini tanggal 12 Rabiul Awal sebagai tanggal kelahiran Nabi Muhammad SAW, meskipun Syiah berpendapat kelahiran Nabi tanggal 17 Rabiul Awal, dan karenanya pula mereka memperingati maulid nabi pada tanggal itu.
Tulisan ini tidak hendak membahas maulid nabi dari sudut pandang peringatannya, bid'ah atau tidak. Sebab umat Islam masih berselisih pada masalah ini. Ada kelompok seperti Salafi yang memandang bid'ah. Dan ada ulama' seperti Imam Suyuthi yang mengakui keabsahan maulid nabi.
Di Indonesia sendiri, maulid nabi menjadi hal yang cukup sensitif dan menimbulkan kontroversi. Mayoritas umat Islam, khususnya Nahdhatul Ulama' selalu menyelenggarakan peringatan maulid nabi sebagai bukti kecintaan mereka atas lahirnya Rasulullah. Memang ada ormas Islam yang tidak merayakan maulid nabi. Sebagian aktifisnya memandang maulid nabi bid'ah tetapi anehnya mereka setiap tahun memperingati milad ormasnya. Sebenarnya, milad dan maulid berasal dari kata yang sama, esensinya juga sama, dan karenanya hukumnya juga sama. Jika milad ormas saja diperingati setiap tahun tentu maulid nabi lebih berhak untuk diperingati.
Salah satu bukti sensitifitas maulid nabi adalah penggunaannya untuk mem-black campaign partai Islam. Menjelang pemilu 2009 kemarin, hal itu terjadi lagi. Salah satu partai Islam "diserang" dengan istilah GAM (Gerakan Anti Maulid). Tentu tujuannya adalah untuk menggembosi suaranya. Padahal di banyak daerah, partai Islam juga mengadakan maulid nabi, meskipun dengan format yang berbeda. Ketika salah satu tokoh partai Islam ini dikonfirmasi apakah memang partai Islam anti maulid, ia menjawab gaya bergurau (kurang lebih): "Tuduhan yang salah. Tidak ada anti maulid. Anti itu muannats sedangkan maulid itu mudzakkar. Seharusnya istilah yang dipakai adalah anta maulid" :-)
Yang ingin direnungkan dalam tulisan ini adalah sudahkah peringatan maulid nabi SAW itu membawa dampak positif bagi perbaikan umat Islam? Atau ia hanya sebatas seremoni dan tradisi semata?
Jika maulid nabi tidak membawa kesadaran apapun bagi umat Islam untuk lebih mencintai Rasulullah, jika maulid nabi tidak membuat iman meningkat sedikit pun, jika maulid nabi tidak membuat umat Islam memiliki semangat untuk mengaplikasikan Islam dalam kehidupannya, bukankah maulid nabi itu sia-sia. Tidak lebih dari sekedar tradisi dan seremoni belaka.
Perenungan ini akan membawa kita untuk berusaha merekontruksi peringatan maulid nabi. Dan, format peringatan maulid nabi yang dilakukan oleh Shalahudin Al-Ayubi perlu untuk dijadikan inspirasi. Bagaimana tidak, peringatan maulid nabi dengan mengkaji Sirah Nabawiyah itu telah mampu memompa semangat jihad kaum muslimin untuk melawan pasukan salibis yang menguasai Palestina. Peringatan maulid nabi itu mampu membangkitkan jiwa-jiwa kepahlawanan yang semula tertidur, lalu menggeliat sesaat dan langsung menyambut musuh dengan seruan takbir yang membahana. Peringatan maulid nabi yang mampu menjadikan laki-laki sebagai laki-laki sejati, petarung yang tiada mengenal kata selain isy kariman au mut syahidan.
Kita memerlukan peringatan maulid nabi yang seperti itu. [Muchlisin]
Tulisan ini tidak hendak membahas maulid nabi dari sudut pandang peringatannya, bid'ah atau tidak. Sebab umat Islam masih berselisih pada masalah ini. Ada kelompok seperti Salafi yang memandang bid'ah. Dan ada ulama' seperti Imam Suyuthi yang mengakui keabsahan maulid nabi.
Di Indonesia sendiri, maulid nabi menjadi hal yang cukup sensitif dan menimbulkan kontroversi. Mayoritas umat Islam, khususnya Nahdhatul Ulama' selalu menyelenggarakan peringatan maulid nabi sebagai bukti kecintaan mereka atas lahirnya Rasulullah. Memang ada ormas Islam yang tidak merayakan maulid nabi. Sebagian aktifisnya memandang maulid nabi bid'ah tetapi anehnya mereka setiap tahun memperingati milad ormasnya. Sebenarnya, milad dan maulid berasal dari kata yang sama, esensinya juga sama, dan karenanya hukumnya juga sama. Jika milad ormas saja diperingati setiap tahun tentu maulid nabi lebih berhak untuk diperingati.
Salah satu bukti sensitifitas maulid nabi adalah penggunaannya untuk mem-black campaign partai Islam. Menjelang pemilu 2009 kemarin, hal itu terjadi lagi. Salah satu partai Islam "diserang" dengan istilah GAM (Gerakan Anti Maulid). Tentu tujuannya adalah untuk menggembosi suaranya. Padahal di banyak daerah, partai Islam juga mengadakan maulid nabi, meskipun dengan format yang berbeda. Ketika salah satu tokoh partai Islam ini dikonfirmasi apakah memang partai Islam anti maulid, ia menjawab gaya bergurau (kurang lebih): "Tuduhan yang salah. Tidak ada anti maulid. Anti itu muannats sedangkan maulid itu mudzakkar. Seharusnya istilah yang dipakai adalah anta maulid" :-)
Yang ingin direnungkan dalam tulisan ini adalah sudahkah peringatan maulid nabi SAW itu membawa dampak positif bagi perbaikan umat Islam? Atau ia hanya sebatas seremoni dan tradisi semata?
Jika maulid nabi tidak membawa kesadaran apapun bagi umat Islam untuk lebih mencintai Rasulullah, jika maulid nabi tidak membuat iman meningkat sedikit pun, jika maulid nabi tidak membuat umat Islam memiliki semangat untuk mengaplikasikan Islam dalam kehidupannya, bukankah maulid nabi itu sia-sia. Tidak lebih dari sekedar tradisi dan seremoni belaka.
Perenungan ini akan membawa kita untuk berusaha merekontruksi peringatan maulid nabi. Dan, format peringatan maulid nabi yang dilakukan oleh Shalahudin Al-Ayubi perlu untuk dijadikan inspirasi. Bagaimana tidak, peringatan maulid nabi dengan mengkaji Sirah Nabawiyah itu telah mampu memompa semangat jihad kaum muslimin untuk melawan pasukan salibis yang menguasai Palestina. Peringatan maulid nabi itu mampu membangkitkan jiwa-jiwa kepahlawanan yang semula tertidur, lalu menggeliat sesaat dan langsung menyambut musuh dengan seruan takbir yang membahana. Peringatan maulid nabi yang mampu menjadikan laki-laki sebagai laki-laki sejati, petarung yang tiada mengenal kata selain isy kariman au mut syahidan.
Kita memerlukan peringatan maulid nabi yang seperti itu. [Muchlisin]
0 comments:
Post a Comment