Orang-orang mukmin menyadari bahwa kesalahan bisa datang tanpa disadari. Karenanya mereka membiasakan diri mengawali hari dengan taubat. Namun, rentang antara taubat di awal hari dengan hari berikutnya sangat memungkinkan ternodai kesalahan dan kemaksiatan yang baru. Di sinilah letak perbedaan orang-orang mukmin dengan golongan yang lainnya. Seketika, begitu sadar kesalahan atau kemaksiatan terkerja, orang-orang mukmin bersegera bertaubat.
Ibnu Katsir ketika menafsirkan surat Al-Ahzab ayat 53 menceritakan sebuah riwayat bahwa ayat ini berkenaan dengan Thalhah bin Ubaidillah. Sahabat yang dikatakan Sang Nabi sebagai syahid yang berjalan di muka bumi dan tetangga Nabi di surga ini pernah tersilap khilaf. Ia berkeinginan menikahi Aisyah, jika nanti Rasulullah wafat. Maka turunlah ayat ini. "Apabila kamu meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (istri- istri Nabi), maka mintalah dari belakang tabir. Cara yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka. Dan tidak boleh kamu menyakiti (hati) Rasulullah dan tidak (pula) menikahi istri-istrinya selama-lamanya sesudah ia wafat. Sesungguhnya perbuatan itu adalah amat besar (dosanya) di sisi Allah."
Saat itu Thalhah memang datang ke rumah Aisyah, yang masih sepupunya. Belum ada tabir/hijab. Tabir hati Thalhah mungkin terkoyak saat itu. Namun begitu ayat ini sampai kepadanya, Thalhah menyadari kesalahannya. Ia bertaubat. Ia memerdekakan budak, menginfakkan seluruh untanya yang berjumlah sepuluh ekor, dan pergi umrah dengan berjalan kaki. Segera. Bertaubat secepat kilat.
Pada waktu yang lain seorang sahabat diutus Rasulullah untuk suatu keperluan. Ia pun bergegas berangkat. Di jalan, ketika ia menoleh ke sebuah rumah yang tidak tertutup pintunya, terlihat wanita yang sedang mandi. Wajahnya mendadak pucat, tubuhnya gemetar ketakutan. Ia segera berlari melewati rumah demi rumah, kampung demi kampung, hingga keluar Madinah. Ia tiba di sebuah padang pasir yang sepi. Di sana ia menangis sejadi-jadinya. Menyesali apa yang telah dilihatnya. Dengan derai air mata dan suara yang tersisa ia memohon ampunan Rabbnya.
Rasulullah kehilangan sahabat ini untuk satu hari. Beliau bertanya-tanya, tetapi sahabat yang lain tidak juga mengetahui keberadaannya. Hingga berlalulah empat puluh hari. Akhirnya malaikat datang mewahyukan di mana ia berada. Umar dan Salman ditugasi Sang Nabi untuk menjemputnya.
Dengan susah payah Umar berhasil menemukannya. Ia memeluk sahabat itu penuh rindu. “Wahai Umar, tahukah Rasulullah SAW tentang dosaku", tanyanya penuh kekhawatiran. “Aku tidak tahu permasalahan itu. Yang jelas, Rasulullah menugaskan kami untuk mencarimu.”
“Wahai Umar, satu permohonanku padamu. Jangan kau bawa aku menghadap Rasulullah, kecuali ketika beliau sedang shalat.”
Sesampainya di Madinah dan mendapati Rasulullah membaca Al-Qur'an dalam shalatnya, sahabat ini pingsan. Ia jatuh sakit hingga berhari-hari. Ketika Rasulullah tahu kondisinya dan menjenguk ke sana, ia masih saja khawatir akan dosanya. “Apa yang kau rasakan?” Rasulullah bertanya kepada sahabat yang kini telah berada dalam pangkuannya ini. “Seolah semut merayap di antara tulangku, dagingku dan kulitku”.
“Apa yang kau inginkan?” tanya beliau lagi. “Ampunan Rabbku”, jawabnya penuh harap. Tak lama kemudian Jibril menyampaikan wahyu, “Wahai Muhammad, Rabbmu mengirimkan salam untukmu. Dia berfirman padamu, ‘Seandainya hambaKu ini datang padaKu dengan kesalahan yang memenuhi bumi, tentulah Aku akan menemuinya dengan ampunan sebanyak itu pula.”
Ketika Rasulullah SAW memberitahu wahyu ini kepadanya, sahabat ini meninggal seketika. Namanya Tsa'labah. Dan ia mengajari kita untuk bertaubat segera. Bertaubat secepat kilat.
Lintasan hati seperti Thalhah dan tatapan tanpa sengaja seperti Tsa'labah barangkali hari ini tidak dianggap dosa oleh kebanyakan manusia. Bahkan dosa-dosa besar sudah dianggap biasa. Namun dua sahabat mulia ini berbeda. Ia mengajari orang-orang mukmin berikutnya untuk takut: bukan pada besarnya dosa tetapi kepada siapa ia telah bermaksiat. Takut kepada Allah melahirkan konsekuensi: bertaubat segera ketika menyadari kesalahan yang diperbuat. Bertaubat secepat kilat.
Ya Allah... jadikanlah kami ahli taubat, jadikanlah kami mampu meneladani mereka berdua dalam menyegerakan taubat. [Muchlisin]
0 comments:
Post a Comment