Mengkritik adalah hak setiap orang. Demikian pula mengkritik sebuah harakah, mengkritik jama'ah dakwah, mengkritik partai dakwah.
Kritik sering kali justru menjadi motivasi untuk maju, memperbaiki kesalahan, dan melakukan perbaikan. Maka kritik adalah sebentuk "tanda cinta" yang perlu disyukuri oleh pihak yang dikritik.
Betapa banyak orang atau organisasi yang terbuai pujian kemudian menjadi stagnan. Betapa banyak orang atau organisasi yang terninabobokkan oleh tepuk tangan lalu ia tidak sadar bahwa ia tengah berhenti beramal, berhenti memproduksi kebaikan dan kebajikan. Ketika ia terbangun, matanya silau oleh perubahan dan pandangan tergagap mendapati dirinya sendiri berselimut kegagalan.
Maka kritik adalah sebentuk "tanda cinta" yang perlu disyukuri oleh pihak yang dikritik. Dengan kritik yang datang kita jadi tahu kelemahan kita, kekurangan kita. Maka kita terselamatkan dari malapetaka lebih besar yang mengancam kita; seandainya kesalahan kecil tetap kita biarkan membesar, atau kelemahan tidak kita antisipasi sejak dini.
Namun tidak semua kritik harus kita amini. Tidak semua kritik kita telan mentah-mentah, lalu kita tergopoh-gopoh dalam menjawab kritik, atau mengubah keputusan secara sporadis. Maka di sini diperlukan kecerdasan mengelola kritik.
Setiap kritik yang datang perlu dihadapi dengan tenang. Pertama-tama kita harus mampu meletakkan pada timbangan obyektif; ini konstruktif atau destruktif. Kontruktif jika konten kritik itu benar; mengemukakan kesalahan yang selama ini mungkin tidak kita sadari. Destruktif jika kritik itu asal bunyi, hal yang benar dinilai salah, keputusan yang tepat dianggap bejat. Kritik konstruktif menjadi "tanda cinta" yang kita tindaklanjuti dengan perbaikan. Kritik destruktif kita jawab dengan bijak; kalau toh tak ada tanda-tanda ia bisa tercerahkan oleh jawaban kita, abaikan saja!
Maka mereka yang cinta pada kita atau benci, kritiknya bisa berbentuk konstruktif atau destruktif. Bedanya pada niat, cara menyampaikan, dan intensitasnya. Orang yang cinta selalu mendahului kritiknya dengan niat suci; agar kita lebih baik, agar kita tidak terjebak pada kesalahan. Dari niat yang suci akan lahir bahasa yang relatif santun dan tepat sasaran; mengkritik permasalahan. Suatu saat bisa jadi orang yang cinta juga memberikan kritik yang salah, kritik destruktif. Ini dimungkinkan terjadi karena aspek pemahaman atau sudut pandang. Namun intensitas kritik destruktif dari orang jenis ini ibarat setetes air dalam gelas cintanya; kritik konstruktifnya jauh lebih banyak.
Contoh kritik destruktif? |
0 comments:
Post a Comment