Setelah hampir satu setengah bulan terhenti, Alhamdulillah, dengan izin Allah kini pembahasan hadits Shahih Bukhari bisa kita lanjutkan. Kita akan membahas hadits ke-26 dalam Shahih Bukhari, yang masih berada di bawah Kitab Al-Iman (كتاب الإيمان).
Pembahasan hadits ke-26 ini diberi judul "Amal yang Paling Utama", mengacu pada pertanyaan kepada Rasulullah tentang hal itu. Judul Asli yang diberikan Imam Bukhari dalam hadits ini adalah مَنْ قَالَ إِنَّ الإِيمَانَ هُوَ الْعَمَلُ (Orang yang mengatakan "Iman adalah Perbuatan").
Berikut ini matan (redaksi) hadits Shahih Bukhari ke-26:
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - سُئِلَ أَىُّ الْعَمَلِ أَفْضَلُ فَقَالَ إِيمَانٌ بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ . قِيلَ ثُمَّ مَاذَا قَالَ الْجِهَادُ فِى سَبِيلِ اللَّهِ . قِيلَ ثُمَّ مَاذَا قَالَ حَجٌّ مَبْرُورٌ
Dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah SAW ditanya, "Amal apakah yang paling utama?" Maka beliau menjawab, "Iman kepada Allah dan Rasul-Nya." Ditanyakan lagi, "Kemudian apa?" Beliau menjawab, "Jihad di jalan Allah." Ditanyakan lagi, "Kemudian apa?" Beliau menjawab, "haji yang mabrur."
Penjelasan Hadits
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - سُئِلَ أَىُّ الْعَمَلِ أَفْضَلُ
bahwa Rasulullah SAW ditanya, "Amal apakah yang paling utama?"
Di dalam hadits ini dipakai kata سُئِلَ (ditanya), tidak disebutkan siapa yang bertanya. Orang yang bertanya tersebut tidak lain adalah Abu Dzar Al-Ghifari. Insya Allah nanti kita akan bertemu dengan keterangan tentang hadits ini berikut Abu Dzar yang tercantum sebagai penanya dalam bab Al-Itqu, nomor hadits 2518.
Abu Dzar bertanya kepada Rasulullah mengenai amal yang paling utama. Dalam kesempatan ini Rasulullah menjawab "Iman kepada Allah dan Rasul-Nya". Jawaban inilah yang dijadikan dalil oleh Imam Bukhari untuk memberikan judul bab hadits ini: مَنْ قَالَ إِنَّ الإِيمَانَ هُوَ الْعَمَلُ (Orang yang mengatakan "Iman adalah Perbuatan"). Bahwa iman, dalam arti tashdiq (membenarkan) adalah termasuk amal (perbuatan). Demikian pula, perkataan juga termasuk amal (perbuatan). Maksudnya, keyakinan adalah perbuatan hati, dan perkataan adalah perbuatan lisan. Karenanya pada pertanyaan berikutnya kita akan mendapati jawaban Rasulullah adalah "jihad fi sabilillah" dan "haji mabrur", padahal keduanya adalah termasuk bagian dari iman sebagaimana yang telah dijelaskan pada hadits-hadits sebelumnya. Dengan demikian, jelaslah bahwa iman yang dimaksud dalam hadits ini adalah tashdiq, amal hati.
قِيلَ ثُمَّ مَاذَا قَالَ الْجِهَادُ فِى سَبِيلِ اللَّهِ
Ditanyakan lagi, "Kemudian apa?" Beliau menjawab, "Jihad di jalan Allah."
Pada pertanyaan kedua ini dipakai kata ثم (kemudian). Ini menunjukkan perbedaan dan urutan. Perbedaan maksudnya amal yang kedua tidak sama dengan amal yang pertama. Urutan maksudnya amal yang pertama lebih utama dari amal yang kedua. Jika ada yang bertanya "Bukankah digunakan ثم (kemudian) yang menunjukkan perbedaan, ini berarti jihad dan haji bukan termasuk iman, karena kalau termasuk iman tidak perlu dikatakan lagi?" Maka jawabannya adalah seperti penjelasan sebelumnya. Bahwa iman yang dimaksud dalam hadits ini adalah tashdiq, amal hati.
Kita perhatikan juga, pada jawaban kedua ini Rasulullah menjawab dengan jihad dalam bentuk ma'rifat (definit, memakai "al"): الحهاد. Sedangkan pada jawaban iman dan haji digunakan bentuk nakirah (indefinit, tidak memakai "al"). Al Karmani berpendapat, itu menunjukkan iman dan haji tidak perlu diulang, sedangkan jihad itu berulang-ulang. Namun hal ini dibantah oleh Ibnu Hajar Al-Asqalani bahwa itu tidak benar, penggunaan makrifat dan nakirah hanyalah penyampaian. Nakirah juga bisa menunjukkan arti ta'zhim yang berarti kesempurnaan, sedangkan makrifat menunjukkan arti al-ahdu, sesuatu yang telah diketahui.
قِيلَ ثُمَّ مَاذَا قَالَ حَجٌّ مَبْرُورٌ
Ditanyakan lagi, "Kemudian apa?" Beliau menjawab, "haji yang mabrur."
Pada pertanyaan ketiga ini, Rasulullah menjawabnya dengan "haji yang mabrur". Haji yang mabrur adalah haji yang diterima. Haji yang tidak dicampuri dengan riya' dan perbuatan dosa. Tidak ada yang tahu apakah haji seseorang itu mabrur atau tidak, namun meningkatnya ibadah dan kebaikan seseorang setelah haji dapat dipakai sebagai salah satu indikatornya.
Hadits pertanyaan Abu Dzar Al-Ghifari ini bukanlah satu-satunya hadits mengenai "amal yang paling utama." Ada beberapa sahabat yang menanyakan pula kepada Rasulullah mengenai amal yang paling utama, namun oleh Rasulullah SAW dijawab dengan amal yang berbeda. Ini menunjukkan bahwa tingkat keutamaan amal di sini tidak mutlak. Bahwa setelah iman, amal yang paling utama adalah jihad kemudian haji mabrur, sementara amal-amal yang lain berada di bawahnya. Bukan, bukan begitu. Namun Rasulullah menjawab pertanyaan beda penanya beda jawaban itu adalah berdasarkan kondisi dan kebutuhan si penanya.
Ketika Abdullah Ibnu Mas'ud bertanya dengan pertanyaan yang sama: أي العمل أفضل (amal apa yang paling utama), Rasulullah menjawab dengan mendahulukan shalat tepat pada waktunya, kemudian birrul walidain, baru jihad fi sabilillah. Hadits itu juga diriwayatkan oleh Imam Bukhari. Sedangkan ketika Abu Amamah (dalam riwayat An-Nasa'i) bertanya hal yang sama, dijawab Rasulullah SAW dengan : "puasa".
Penjelasan lebih lengkap sekaligus renungan tentang perbedaan jawaban ini bisa juga kita lihat DI SINI.
Pelajaran Hadits
Diantara pelajaran hadits yang bisa kita ambil dari hadits di atas adalah sebagai berikut:
1. Iman dalam makna tashdiq (membenarkan, meyakini) adalah amal hati, sebagaimana ikrar atau ucapan juga merupakan amal lisan;
2. Para sahabat adalah orang-orang yang sangat antusias dengan amal shalih dan sangat bersemangat dengan kebaikan. Pertanyaan-pertanyaan mengenai amal yang paling utama, apa yang paling baik, dan sebagainya menunjukkan antusiasme dan semangat itu;
3. Boleh bagi kita untuk menyampaikan suatu pelajaran dalam peristiwa tertentu tanpa menyebut nama pelakunya;
4. Iman kepada Allah dan Rasul-Nya, jihad fi sabilillah dan haji mabrur adalah termasuk amal-amal yang paling utama;
5. Tngkat keutamaan amal bergantung pada kondisi dan kebutuhan masing-masing orang;
6. Rasulullah menjawab pertanyaan sahabat –dalam hal ini- berdasarkan kondisi dan kebutuhan mereka sehingga menjadi solusi terbaik bagi perbaikan diri dan peningkatan ketaqwaan mereka. Tampak jelas pula bahwa Rasulullah sangat memahami keadaan para sahabat. Demikian pula hendaknya para dai meneladani beliau untuk memahami mad'unya dan berorientasi solusi dalam membimbing mereka.
Demikian penjelasan singkat hadits Shahih Bukhari ke-26. Semoga Allah memberikan hidayah kepada kita sehingga istiqamah dalam iman, perbaikan diri dan peningkatan ketaqwaan. Allaahumma aamiin.
Wallaahu a'lam bish shawab.[]
KEMBALI KE HADITS 25
Pembahasan hadits ke-26 ini diberi judul "Amal yang Paling Utama", mengacu pada pertanyaan kepada Rasulullah tentang hal itu. Judul Asli yang diberikan Imam Bukhari dalam hadits ini adalah مَنْ قَالَ إِنَّ الإِيمَانَ هُوَ الْعَمَلُ (Orang yang mengatakan "Iman adalah Perbuatan").
Berikut ini matan (redaksi) hadits Shahih Bukhari ke-26:
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - سُئِلَ أَىُّ الْعَمَلِ أَفْضَلُ فَقَالَ إِيمَانٌ بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ . قِيلَ ثُمَّ مَاذَا قَالَ الْجِهَادُ فِى سَبِيلِ اللَّهِ . قِيلَ ثُمَّ مَاذَا قَالَ حَجٌّ مَبْرُورٌ
Dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah SAW ditanya, "Amal apakah yang paling utama?" Maka beliau menjawab, "Iman kepada Allah dan Rasul-Nya." Ditanyakan lagi, "Kemudian apa?" Beliau menjawab, "Jihad di jalan Allah." Ditanyakan lagi, "Kemudian apa?" Beliau menjawab, "haji yang mabrur."
Penjelasan Hadits
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - سُئِلَ أَىُّ الْعَمَلِ أَفْضَلُ
Di dalam hadits ini dipakai kata سُئِلَ (ditanya), tidak disebutkan siapa yang bertanya. Orang yang bertanya tersebut tidak lain adalah Abu Dzar Al-Ghifari. Insya Allah nanti kita akan bertemu dengan keterangan tentang hadits ini berikut Abu Dzar yang tercantum sebagai penanya dalam bab Al-Itqu, nomor hadits 2518.
Abu Dzar bertanya kepada Rasulullah mengenai amal yang paling utama. Dalam kesempatan ini Rasulullah menjawab "Iman kepada Allah dan Rasul-Nya". Jawaban inilah yang dijadikan dalil oleh Imam Bukhari untuk memberikan judul bab hadits ini: مَنْ قَالَ إِنَّ الإِيمَانَ هُوَ الْعَمَلُ (Orang yang mengatakan "Iman adalah Perbuatan"). Bahwa iman, dalam arti tashdiq (membenarkan) adalah termasuk amal (perbuatan). Demikian pula, perkataan juga termasuk amal (perbuatan). Maksudnya, keyakinan adalah perbuatan hati, dan perkataan adalah perbuatan lisan. Karenanya pada pertanyaan berikutnya kita akan mendapati jawaban Rasulullah adalah "jihad fi sabilillah" dan "haji mabrur", padahal keduanya adalah termasuk bagian dari iman sebagaimana yang telah dijelaskan pada hadits-hadits sebelumnya. Dengan demikian, jelaslah bahwa iman yang dimaksud dalam hadits ini adalah tashdiq, amal hati.
قِيلَ ثُمَّ مَاذَا قَالَ الْجِهَادُ فِى سَبِيلِ اللَّهِ
Pada pertanyaan kedua ini dipakai kata ثم (kemudian). Ini menunjukkan perbedaan dan urutan. Perbedaan maksudnya amal yang kedua tidak sama dengan amal yang pertama. Urutan maksudnya amal yang pertama lebih utama dari amal yang kedua. Jika ada yang bertanya "Bukankah digunakan ثم (kemudian) yang menunjukkan perbedaan, ini berarti jihad dan haji bukan termasuk iman, karena kalau termasuk iman tidak perlu dikatakan lagi?" Maka jawabannya adalah seperti penjelasan sebelumnya. Bahwa iman yang dimaksud dalam hadits ini adalah tashdiq, amal hati.
Kita perhatikan juga, pada jawaban kedua ini Rasulullah menjawab dengan jihad dalam bentuk ma'rifat (definit, memakai "al"): الحهاد. Sedangkan pada jawaban iman dan haji digunakan bentuk nakirah (indefinit, tidak memakai "al"). Al Karmani berpendapat, itu menunjukkan iman dan haji tidak perlu diulang, sedangkan jihad itu berulang-ulang. Namun hal ini dibantah oleh Ibnu Hajar Al-Asqalani bahwa itu tidak benar, penggunaan makrifat dan nakirah hanyalah penyampaian. Nakirah juga bisa menunjukkan arti ta'zhim yang berarti kesempurnaan, sedangkan makrifat menunjukkan arti al-ahdu, sesuatu yang telah diketahui.
قِيلَ ثُمَّ مَاذَا قَالَ حَجٌّ مَبْرُورٌ
Pada pertanyaan ketiga ini, Rasulullah menjawabnya dengan "haji yang mabrur". Haji yang mabrur adalah haji yang diterima. Haji yang tidak dicampuri dengan riya' dan perbuatan dosa. Tidak ada yang tahu apakah haji seseorang itu mabrur atau tidak, namun meningkatnya ibadah dan kebaikan seseorang setelah haji dapat dipakai sebagai salah satu indikatornya.
Hadits pertanyaan Abu Dzar Al-Ghifari ini bukanlah satu-satunya hadits mengenai "amal yang paling utama." Ada beberapa sahabat yang menanyakan pula kepada Rasulullah mengenai amal yang paling utama, namun oleh Rasulullah SAW dijawab dengan amal yang berbeda. Ini menunjukkan bahwa tingkat keutamaan amal di sini tidak mutlak. Bahwa setelah iman, amal yang paling utama adalah jihad kemudian haji mabrur, sementara amal-amal yang lain berada di bawahnya. Bukan, bukan begitu. Namun Rasulullah menjawab pertanyaan beda penanya beda jawaban itu adalah berdasarkan kondisi dan kebutuhan si penanya.
Ketika Abdullah Ibnu Mas'ud bertanya dengan pertanyaan yang sama: أي العمل أفضل (amal apa yang paling utama), Rasulullah menjawab dengan mendahulukan shalat tepat pada waktunya, kemudian birrul walidain, baru jihad fi sabilillah. Hadits itu juga diriwayatkan oleh Imam Bukhari. Sedangkan ketika Abu Amamah (dalam riwayat An-Nasa'i) bertanya hal yang sama, dijawab Rasulullah SAW dengan : "puasa".
Penjelasan lebih lengkap sekaligus renungan tentang perbedaan jawaban ini bisa juga kita lihat DI SINI.
Pelajaran Hadits
Diantara pelajaran hadits yang bisa kita ambil dari hadits di atas adalah sebagai berikut:
1. Iman dalam makna tashdiq (membenarkan, meyakini) adalah amal hati, sebagaimana ikrar atau ucapan juga merupakan amal lisan;
2. Para sahabat adalah orang-orang yang sangat antusias dengan amal shalih dan sangat bersemangat dengan kebaikan. Pertanyaan-pertanyaan mengenai amal yang paling utama, apa yang paling baik, dan sebagainya menunjukkan antusiasme dan semangat itu;
3. Boleh bagi kita untuk menyampaikan suatu pelajaran dalam peristiwa tertentu tanpa menyebut nama pelakunya;
4. Iman kepada Allah dan Rasul-Nya, jihad fi sabilillah dan haji mabrur adalah termasuk amal-amal yang paling utama;
5. Tngkat keutamaan amal bergantung pada kondisi dan kebutuhan masing-masing orang;
6. Rasulullah menjawab pertanyaan sahabat –dalam hal ini- berdasarkan kondisi dan kebutuhan mereka sehingga menjadi solusi terbaik bagi perbaikan diri dan peningkatan ketaqwaan mereka. Tampak jelas pula bahwa Rasulullah sangat memahami keadaan para sahabat. Demikian pula hendaknya para dai meneladani beliau untuk memahami mad'unya dan berorientasi solusi dalam membimbing mereka.
Demikian penjelasan singkat hadits Shahih Bukhari ke-26. Semoga Allah memberikan hidayah kepada kita sehingga istiqamah dalam iman, perbaikan diri dan peningkatan ketaqwaan. Allaahumma aamiin.
Wallaahu a'lam bish shawab.[]
KEMBALI KE HADITS 25
Untuk membuka seluruh hadits dengan mudah melalui DAFTAR ISI, silahkan klik
KUMPULAN HADITS SHAHIH BUKHARI
KUMPULAN HADITS SHAHIH BUKHARI
0 comments:
Post a Comment