Dua ormas Islam terbesar di Indonesia menyanggah pernyataan Komisioner Komnas HAM, Johny Nelson Simanjuntak, yang menyebut penerapan Perda miras dapat menimbulkan konflik horizontal di masyarakat. Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah menyayangkan pernyataan tersebut.
“Jangan terlalu simplistik melihat ini. Sebenarnya, miras itulah yang dapat menyebabkan masalah sosial di masyarakat," ujar Ketua BNU H Slamet Effendy Yusuf di Jakarta, Senin (16/1) seperti dikutip laman resmi NU.or.id.
"Komnas HAM seharusnya memikirkan juga bagaimana dampak miras ini di masyarakat," ujarnya meminta Komnas HAM lebih komprehensif untuk menjaga tata nilai di masyarakat.
"Saya menyayangkan pernyataan Komisioner Komnas HAM tersebut, itu anti logika,” imbuhnya.
Effendi mengingatkan Komnas HAM agar logika itu tidak dibolak balik, untuk mencari celah melegalkan miras di masyarakat. Jika masyarakat hobi minum, ada tempatnya yang sudah diatur. Artinya jangan melakukannya di wilayah yang banyak masyarkat tidak melakukannya. Karena itu justru melanggar HAM dan menjadi konflik horizontal baru.
Hal senada disampaikan Ketua PP Muhammadiyah, Yunahar Ilyas. Yunahar menyayangkan pernyataan itu keluar dari seorang Komisioner Komnas HAM. "Apa maksud seorang Komnas HAM berbicara itu. Karena konflik horizontal bukan karena perda mirasnya, tapi karena tatanan keteraturan masyarakat yang sudah hilang. Perda miras ini ada karena untuk menjaga keteraturan itu, tapi kok malah disebut penyebab konflik," ujarnya.
Guru besar Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) itu menegaskan, bagi beberapa masyarakat yang hidup dengan budaya miras, itu sudah ada diatur dalam perda di masing-masing daerah. Dan bagi mereka yang terbudaya meminum miras di wilayah pengaturan ketat miras pun diatur beberapa tempat dibolehkan. Jadi tidak ada alasan ketika Perda miras ini menjadi konflik horizontal.
“Itu mengada-ada,” tegas Yunahar.
Sebelumnya, Johnny mengatakan perda miras sebagai melanggar HAM. Karena di beberapa wilayah akan memicu konflik horizontal di masyarakat. Mengingat juga, ada beberapa daerah yang memiliki budaya minum miras. [IK/Rpb/Hdy]
“Jangan terlalu simplistik melihat ini. Sebenarnya, miras itulah yang dapat menyebabkan masalah sosial di masyarakat," ujar Ketua BNU H Slamet Effendy Yusuf di Jakarta, Senin (16/1) seperti dikutip laman resmi NU.or.id.
"Komnas HAM seharusnya memikirkan juga bagaimana dampak miras ini di masyarakat," ujarnya meminta Komnas HAM lebih komprehensif untuk menjaga tata nilai di masyarakat.
"Saya menyayangkan pernyataan Komisioner Komnas HAM tersebut, itu anti logika,” imbuhnya.
Effendi mengingatkan Komnas HAM agar logika itu tidak dibolak balik, untuk mencari celah melegalkan miras di masyarakat. Jika masyarakat hobi minum, ada tempatnya yang sudah diatur. Artinya jangan melakukannya di wilayah yang banyak masyarkat tidak melakukannya. Karena itu justru melanggar HAM dan menjadi konflik horizontal baru.
Hal senada disampaikan Ketua PP Muhammadiyah, Yunahar Ilyas. Yunahar menyayangkan pernyataan itu keluar dari seorang Komisioner Komnas HAM. "Apa maksud seorang Komnas HAM berbicara itu. Karena konflik horizontal bukan karena perda mirasnya, tapi karena tatanan keteraturan masyarakat yang sudah hilang. Perda miras ini ada karena untuk menjaga keteraturan itu, tapi kok malah disebut penyebab konflik," ujarnya.
Guru besar Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) itu menegaskan, bagi beberapa masyarakat yang hidup dengan budaya miras, itu sudah ada diatur dalam perda di masing-masing daerah. Dan bagi mereka yang terbudaya meminum miras di wilayah pengaturan ketat miras pun diatur beberapa tempat dibolehkan. Jadi tidak ada alasan ketika Perda miras ini menjadi konflik horizontal.
“Itu mengada-ada,” tegas Yunahar.
Sebelumnya, Johnny mengatakan perda miras sebagai melanggar HAM. Karena di beberapa wilayah akan memicu konflik horizontal di masyarakat. Mengingat juga, ada beberapa daerah yang memiliki budaya minum miras. [IK/Rpb/Hdy]
0 comments:
Post a Comment