Lidah merupakan salah satu anggota tubuh yang sangat vital. Seseorang bisa mengunyah makanan karena ada lidah, dan seseorang bisa mengungkapkan isi hatinya melalui perkataan karena ada lidah.
Islam sangat memperhatikan anggota tubuh yang satu ini. Bisa dibuktikan dengan banyaknya ayat dan hadits yang membahasnya. Perkara menjaga lidah merupakan salah satu dari inti ajaran Islam.
Salah satu amalan yang paling utama dalam Islam adalah dzikir. Berkenaan dengan dzikir, Rasulullah Saw bersabda:
"Sungguh aku membaca empat kalimat tiga kali seandainya ditimbang dengan apa yang kamu baca seharian niscaya menyamainya; yakni Subhanallah Wabihamdih 'Adada Khalqih, Wa Ridhaa Nafsih, Wazinata 'Arsyih, Wamidada Kalimatih. (Maha Suci Allah dan segala puji bagi-Nya sebanyak jumlah makhluk-Nya, sesuai dengan keridhaan jiwa-Nya, seberat timbangan 'Arasy-Nya, dan sebanyak jumlah kalimat-kalimat-Nya)." (HR. Muslim)
”Sesungguhnya Allah akan menyelamatkan seorang lelaki dari ummatku di hadapan para makhluq pada hari kiamat. Maka dihamparkanlah di depannya sembilan puluh sembilan gulungan (dosa), setiap gulungan panjangnya sejauh mata memandang, kemudian Allah berfirman (kepadanya) : apakah kamu mengingkari sesuatu dari ini (yaitu catatan dosa yang terhampar didepannya), apakah para penulis-Ku yang mengawasi kamu menzholimimu? maka ia menjawab : “Tidak wahai Rabbku”, kemudian Allah berfirman : “Apakah kamu mempunyai udzur (berupa kebaikan)?”, maka ia menjawab : “Tidak wahai Rabbku”. Maka Allah berfirman : “Bahkan engkau mempunyai satu kebaikan di sisi Kami, sesungguhnya tidak ada kezholiman pada hari ini atasmu”, maka dikeluarkanlah satu bithoqoh (kartu) tertulis dalamnya أَشْهَدُ أَنَّ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ maka Allah berfirman : “Saksikanlah timbanganmu”, maka ia berkata : “Wahai Rabbku apalah artinya bithoqoh ini dibanding dengan gulungan-gulungan tersebut”, maka Allah berfirman : “Sesungguhnya engkau tidak akan dizholimi”. Maka diletakkanlah gulungan-gulungan tersebut pada satu anak timbangan dan bithoqoh (diletakkan) pada anak timbangan (lainnya). Maka terangkatlah gulungan-gulungan itu dan kartu tersebut lebih berat”. (HR. Tirmidzy)
Hadits ini adalah hadits yang shohih, dishohihkan oleh Hamzah Al-Kinany dalam Juz`ul Bithoqoh hal. 35, Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albany rahimahullah dalam Silsilah Ahadits Ash-Shohihah no. 135 dan Syaikh Muqbil bin Hadi Al-Wadi’iy rahimahullah dalam Ash-Shohih Al Musnad Mimma Laisa Fii Ash-Shohihain 1/534-535.
Jika kita merenungi kedua hadits tersebut, dapatlah dipahami bahwa pahala yang dihasilkan dari amalan lidah sangat besar.
Namun demikian, lidah seperti dua sisi mata uang. Kedua sisi tersebut memiliki efek yang sangat dahsyat. Jika pahala yang dihasilkan oleh kebaikan lidah sangat besar. Begitu juga dengan dosa yang ditimbulkannya.
Seperti yang telah disabdakan oleh Rasulullah Saw, “Tahukah kalian siapakah orang yang pailit itu?” Mereka menjawab, “Seorang pailit bagi kami adalah orang yang tidak mampunyai dirham dan barang dagangan.” Beliau bersabda, “Seorang pailit dari umatku adalah orang yang datang pada hari kiamat dengan membawa pahala shalat, puasa, dan zakat, ia pun datang dan telah mencela ini, menuduh ini berzina, dan memakan harta milik orang ini, telah menumpahkan darah orang ini, dan memukul ini. Maka pahala amal baiknya diberikan kepada orang ini dan orang ini, bila amal kebaikannya telah habis sebelum tuntas bebannya, maka kesalahan mereka diambil dan diberikan kepadanya, lalu ia dilemparkan ke dalam neraka.” (HR. Muslim)
“Inginkah engkau aku beri tahu tentang kepala (pokok) segala urusan, tiangnya dan puncaknya?” Aku menjawab, “Ya, wahai Rasulullah.” Beliau bersabda, “Kepala segala urusan adalah Allah, tiangnya adalah shalat, dan puncaknya adalah jihad.” Rasulullah Saw. mengatakan lagi, “Inginkah engkau aku beri tahukan tentang penguat itu semua?” Aku menjawab, “Ya, wahai Nabi Allah.” Maka Rasulullah saw. memegang lidahnya seraya mengatakan, “Tahanlah (peliharalah) ini (lidah) olehmu.” Aku mengatakan, “Wahai Nabi Allah, akankah kita dibalas gara-gara omongan yang kita ucapkan?” Rasulullah Saw. menjawab, “Ibumu telah kehilangan kamu! Tidaklah manusia dibenamkan ke dalam neraka –dimulai dengan wajah mereka atau lubang hidung mereka-melainkan buah dari lidah-lidah mereka?” (H.R. Tirmidzi)
Lalu, apa yang menyebabkan amalan lidah jauh lebih besar ganjarannya ketimbang amalan anggota tubuh yang lain ?. Alasan yang logis diantaranya adalah:
Pertama, Lidah lebih cepat aktivitasnya ketimbang anggota tubuh yang lain. Dalam satu menit sangat banyak kata-kata yang bisa keluar dari lidah, sedangkan anggota tubuh yang lain terbatas.
Kedua, Jika kaki atau tangan hanya bisa melukai orang di hadapannya, maka lidah dapat melukai orang yang tidak dihadapannya. Daya jangkaunya sangat luas, bahkan peperangan-peperangan besar yang terjadi sejak zaman dahulu banyak yang disebabkan oleh tergelincirnya perkataan.
Rasulullah Saw bersabda, “Siapa yang menjamin untukku apa yang ada di antara dua rahangnya dan apa yang ada di antara dua kakinya (menjaga kemaluannya agar tak berzina), niscaya aku menjamin surga baginya”. (H.R. Bukhari)
Wallahu a’lam. []
Penulis : Zain
Seorang guru di Jakarta Selatan
Islam sangat memperhatikan anggota tubuh yang satu ini. Bisa dibuktikan dengan banyaknya ayat dan hadits yang membahasnya. Perkara menjaga lidah merupakan salah satu dari inti ajaran Islam.
Salah satu amalan yang paling utama dalam Islam adalah dzikir. Berkenaan dengan dzikir, Rasulullah Saw bersabda:
"Sungguh aku membaca empat kalimat tiga kali seandainya ditimbang dengan apa yang kamu baca seharian niscaya menyamainya; yakni Subhanallah Wabihamdih 'Adada Khalqih, Wa Ridhaa Nafsih, Wazinata 'Arsyih, Wamidada Kalimatih. (Maha Suci Allah dan segala puji bagi-Nya sebanyak jumlah makhluk-Nya, sesuai dengan keridhaan jiwa-Nya, seberat timbangan 'Arasy-Nya, dan sebanyak jumlah kalimat-kalimat-Nya)." (HR. Muslim)
”Sesungguhnya Allah akan menyelamatkan seorang lelaki dari ummatku di hadapan para makhluq pada hari kiamat. Maka dihamparkanlah di depannya sembilan puluh sembilan gulungan (dosa), setiap gulungan panjangnya sejauh mata memandang, kemudian Allah berfirman (kepadanya) : apakah kamu mengingkari sesuatu dari ini (yaitu catatan dosa yang terhampar didepannya), apakah para penulis-Ku yang mengawasi kamu menzholimimu? maka ia menjawab : “Tidak wahai Rabbku”, kemudian Allah berfirman : “Apakah kamu mempunyai udzur (berupa kebaikan)?”, maka ia menjawab : “Tidak wahai Rabbku”. Maka Allah berfirman : “Bahkan engkau mempunyai satu kebaikan di sisi Kami, sesungguhnya tidak ada kezholiman pada hari ini atasmu”, maka dikeluarkanlah satu bithoqoh (kartu) tertulis dalamnya أَشْهَدُ أَنَّ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ maka Allah berfirman : “Saksikanlah timbanganmu”, maka ia berkata : “Wahai Rabbku apalah artinya bithoqoh ini dibanding dengan gulungan-gulungan tersebut”, maka Allah berfirman : “Sesungguhnya engkau tidak akan dizholimi”. Maka diletakkanlah gulungan-gulungan tersebut pada satu anak timbangan dan bithoqoh (diletakkan) pada anak timbangan (lainnya). Maka terangkatlah gulungan-gulungan itu dan kartu tersebut lebih berat”. (HR. Tirmidzy)
Hadits ini adalah hadits yang shohih, dishohihkan oleh Hamzah Al-Kinany dalam Juz`ul Bithoqoh hal. 35, Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albany rahimahullah dalam Silsilah Ahadits Ash-Shohihah no. 135 dan Syaikh Muqbil bin Hadi Al-Wadi’iy rahimahullah dalam Ash-Shohih Al Musnad Mimma Laisa Fii Ash-Shohihain 1/534-535.
Jika kita merenungi kedua hadits tersebut, dapatlah dipahami bahwa pahala yang dihasilkan dari amalan lidah sangat besar.
Namun demikian, lidah seperti dua sisi mata uang. Kedua sisi tersebut memiliki efek yang sangat dahsyat. Jika pahala yang dihasilkan oleh kebaikan lidah sangat besar. Begitu juga dengan dosa yang ditimbulkannya.
Seperti yang telah disabdakan oleh Rasulullah Saw, “Tahukah kalian siapakah orang yang pailit itu?” Mereka menjawab, “Seorang pailit bagi kami adalah orang yang tidak mampunyai dirham dan barang dagangan.” Beliau bersabda, “Seorang pailit dari umatku adalah orang yang datang pada hari kiamat dengan membawa pahala shalat, puasa, dan zakat, ia pun datang dan telah mencela ini, menuduh ini berzina, dan memakan harta milik orang ini, telah menumpahkan darah orang ini, dan memukul ini. Maka pahala amal baiknya diberikan kepada orang ini dan orang ini, bila amal kebaikannya telah habis sebelum tuntas bebannya, maka kesalahan mereka diambil dan diberikan kepadanya, lalu ia dilemparkan ke dalam neraka.” (HR. Muslim)
“Inginkah engkau aku beri tahu tentang kepala (pokok) segala urusan, tiangnya dan puncaknya?” Aku menjawab, “Ya, wahai Rasulullah.” Beliau bersabda, “Kepala segala urusan adalah Allah, tiangnya adalah shalat, dan puncaknya adalah jihad.” Rasulullah Saw. mengatakan lagi, “Inginkah engkau aku beri tahukan tentang penguat itu semua?” Aku menjawab, “Ya, wahai Nabi Allah.” Maka Rasulullah saw. memegang lidahnya seraya mengatakan, “Tahanlah (peliharalah) ini (lidah) olehmu.” Aku mengatakan, “Wahai Nabi Allah, akankah kita dibalas gara-gara omongan yang kita ucapkan?” Rasulullah Saw. menjawab, “Ibumu telah kehilangan kamu! Tidaklah manusia dibenamkan ke dalam neraka –dimulai dengan wajah mereka atau lubang hidung mereka-melainkan buah dari lidah-lidah mereka?” (H.R. Tirmidzi)
Lalu, apa yang menyebabkan amalan lidah jauh lebih besar ganjarannya ketimbang amalan anggota tubuh yang lain ?. Alasan yang logis diantaranya adalah:
Pertama, Lidah lebih cepat aktivitasnya ketimbang anggota tubuh yang lain. Dalam satu menit sangat banyak kata-kata yang bisa keluar dari lidah, sedangkan anggota tubuh yang lain terbatas.
Kedua, Jika kaki atau tangan hanya bisa melukai orang di hadapannya, maka lidah dapat melukai orang yang tidak dihadapannya. Daya jangkaunya sangat luas, bahkan peperangan-peperangan besar yang terjadi sejak zaman dahulu banyak yang disebabkan oleh tergelincirnya perkataan.
Rasulullah Saw bersabda, “Siapa yang menjamin untukku apa yang ada di antara dua rahangnya dan apa yang ada di antara dua kakinya (menjaga kemaluannya agar tak berzina), niscaya aku menjamin surga baginya”. (H.R. Bukhari)
Wallahu a’lam. []
Penulis : Zain
Seorang guru di Jakarta Selatan
0 comments:
Post a Comment