Salah satu poin penting dalam aqidah itu, kita diminta menaruh keyakinan, hanya kepada Allah. Bukan pada selainNya. Salah satu poin sentral di dalamnya, bahwa tidak ada yang mengetahui esok hari, kecuali Allah saja.
Jangankan soal siapa presiden negeri ini yang akan dipilih beberapa bulan mendatang, tentang apa yang akan terjadi sedetik kemudian pun, kita tidak diberi bocoran.
Sayangnya, kita ini terlalu banyak disusupi pemikiran mistis, doktrin media, lembaga survei, dan sebagainya. Sehingga, sedikit banyak, kualitas aqidah kita ini, semakin hari bertambah rendah. Parahnya, dalam soal politik ini, sebagian kita lebih percaya kepada lembaga survei dan pemberitaan media, ketimbang menggantungkan kepercayaan kepada Yang Maha Kuasa.
Masalah capres ini, tak ubahnya dengan rencana pernikahan kita, misalnya. Atau apapun rencana yang akan kita lakukan di hari yang akan datang. Dalam hal ini, ada tiga poin penting yang mesti kita seksamai.
Pertama, Presiden. Apakah yang dinyatakan menang dalam lembaga survei sebagai pemenang pilpres atau pileg pasti akan menjadi pemenang sungguhan? Bukankah dalam banyak cerita, kita sudah diberitahu bahwa survei itu bisa dipesan? Banyak cerita tetang ini. Poin berikutnya, antara hasil pemilu dengan hasil survei adalah dua hal yang berbeda. Seperti keinginan seorang pemuda yang berambisi menikahi artis cantik, kaya raya, seksi, namun akhirnya tak kunjung menikah lantaran keterusan bermimpi.
Kedua, apakah ada yang menjamin, bahwa yang dicalonkan itu akan hidup sampai pemilihan berlangsung hingga kemudian menang dan dilantik? Bukankah, kepastian kematian yang datang kapan saja, melebihi kepastian lembaga survei itu? Memangnya kita tahu, bahwa mereka yang dicalonkan itu akan hidup hingga masa pencoblosan dan kemudian menjabat setelah memenangi?
Ketiga, ini tentang suatu hal yang sulit dipercayai bagi mereka yang tak mengerti atau tak mau mengerti. Yakni, tentang ‘dalang’ di balik sebuah peristiwa. Nah, dalam kasus pencapresan atau pileg, di belakang mereka ada ‘dalang’ yang bebas memainkan skenario. Ini penting. Karena, ‘dalang-dalang’ itulah yang memiliki 'kuasa'. Sehingga, mau ngapain aja terserah mereka.
Bagi 'dalang-dalang' ini, orang yang awalnya dimajukan, bisa serta merta dimundurkan dengan cara yang keji. Atau, tetap dijadikan 'wayang' yang bisa disuruh ngapain aja, sesuai kebijakan 'dalang.'
Lantas, apa kaitannya dengan pernikahan? Persis; anda merencanakan menikah, tidak ada yang bisa menjamin bahwa anda akan benar-benar menikah sampai harinya tiba. Karena anda atau calon pasangan anda itu, bisa mati sebelum menikah, karena memang takdirnya begitu, atau misalnya, calon anda memilih berkhianat karena ada yang lebih bening, atau misalnya ada bencana yang tidak memungkinkan pelaksanaan pernikahan. Bisa pula, jadi menikah. Karena tak jodoh, satu diantara anda mati tepat sedetik setelah ijab qobul diucapkan!
Ingat, Allah bisa melakukan apa saja, sesuai kehendakNya. Dan Allahlah, sebaik-baik pembuat makar. [Pirman]
Jangankan soal siapa presiden negeri ini yang akan dipilih beberapa bulan mendatang, tentang apa yang akan terjadi sedetik kemudian pun, kita tidak diberi bocoran.
Sayangnya, kita ini terlalu banyak disusupi pemikiran mistis, doktrin media, lembaga survei, dan sebagainya. Sehingga, sedikit banyak, kualitas aqidah kita ini, semakin hari bertambah rendah. Parahnya, dalam soal politik ini, sebagian kita lebih percaya kepada lembaga survei dan pemberitaan media, ketimbang menggantungkan kepercayaan kepada Yang Maha Kuasa.
Masalah capres ini, tak ubahnya dengan rencana pernikahan kita, misalnya. Atau apapun rencana yang akan kita lakukan di hari yang akan datang. Dalam hal ini, ada tiga poin penting yang mesti kita seksamai.
Pertama, Presiden. Apakah yang dinyatakan menang dalam lembaga survei sebagai pemenang pilpres atau pileg pasti akan menjadi pemenang sungguhan? Bukankah dalam banyak cerita, kita sudah diberitahu bahwa survei itu bisa dipesan? Banyak cerita tetang ini. Poin berikutnya, antara hasil pemilu dengan hasil survei adalah dua hal yang berbeda. Seperti keinginan seorang pemuda yang berambisi menikahi artis cantik, kaya raya, seksi, namun akhirnya tak kunjung menikah lantaran keterusan bermimpi.
Kedua, apakah ada yang menjamin, bahwa yang dicalonkan itu akan hidup sampai pemilihan berlangsung hingga kemudian menang dan dilantik? Bukankah, kepastian kematian yang datang kapan saja, melebihi kepastian lembaga survei itu? Memangnya kita tahu, bahwa mereka yang dicalonkan itu akan hidup hingga masa pencoblosan dan kemudian menjabat setelah memenangi?
Ketiga, ini tentang suatu hal yang sulit dipercayai bagi mereka yang tak mengerti atau tak mau mengerti. Yakni, tentang ‘dalang’ di balik sebuah peristiwa. Nah, dalam kasus pencapresan atau pileg, di belakang mereka ada ‘dalang’ yang bebas memainkan skenario. Ini penting. Karena, ‘dalang-dalang’ itulah yang memiliki 'kuasa'. Sehingga, mau ngapain aja terserah mereka.
Bagi 'dalang-dalang' ini, orang yang awalnya dimajukan, bisa serta merta dimundurkan dengan cara yang keji. Atau, tetap dijadikan 'wayang' yang bisa disuruh ngapain aja, sesuai kebijakan 'dalang.'
Lantas, apa kaitannya dengan pernikahan? Persis; anda merencanakan menikah, tidak ada yang bisa menjamin bahwa anda akan benar-benar menikah sampai harinya tiba. Karena anda atau calon pasangan anda itu, bisa mati sebelum menikah, karena memang takdirnya begitu, atau misalnya, calon anda memilih berkhianat karena ada yang lebih bening, atau misalnya ada bencana yang tidak memungkinkan pelaksanaan pernikahan. Bisa pula, jadi menikah. Karena tak jodoh, satu diantara anda mati tepat sedetik setelah ijab qobul diucapkan!
Ingat, Allah bisa melakukan apa saja, sesuai kehendakNya. Dan Allahlah, sebaik-baik pembuat makar. [Pirman]
0 comments:
Post a Comment