DPRD Pamekasan, Madura, menyatakan penolakannya mencabut perda Anti-Miras. Juru bicara DPRD Pamekasan menegaskan, tidak akan ada revisi Perda nomor: 18 Tahun 2001, tentang Larangan atas Minuman Beralkohol dalam Wilayah Kabupaten Pamekasan. Hal itu menjawab desakan pemerintah pusat untuk mengevaluasi perda anti-miras yang dianggap bertentangan dengan aturan di atasnya.
"Kami nyatakan dengan tegas bahwa kami tidak akan pernah merevisi perda tersebut, apalagi mencabutnya," kata juru bicara DPRD Pamekasan, Suli Faris dalam diskusi bertema "Dampak Bahaya Minuman Keras Bagi Masyarakat" di Pamekasan, Senin (30/1) malam.
Suli menjelaskan, ada sejumlah pertimbangan DPRD Pamekasan tidak bersedia mencabut ataupun merevisi perda anti minuman keras itu.
"Pertama, kami menganggap bahwa perda itu tidak bertentangan dengan peraturan perundangan yang lebih tinggi," terang Suli.
Alasan kedua, Peraturan Presiden nomor 03 Tahun 1997 yang menjadi acuan Mendagri untuk mencabut perda, dalam struktur hukum di Indonesia tidak termasuk bagian dari hirarki peraturan perundang-undangan yang berkekuatan hukum mengikat.
Selain itu, menurut Undang-Undang Nomor: 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, keberadaan Perpres tersebut tidak harus dipatuhi.
Alasan ketiga, tindak pidana kriminal yang sering terjadi akhir-akhir ini sebagian besar disebabkan oleh minuman keras dan sejenisnya, seperti narkotika dan lain-lain.
Perda anti minuman keras di Pamekasan sudah berjalan sepuluh tahun. Masyarakat Pamekasan tidak ada yang keberatan atau menolak perda tersebut. Di samping itu, materi perda tidak bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi, juga dengan norma atau ketentuan yang telah syariatkan agama yang secara tegas justru mengharamkan minuman keras.
"Kami malah curiga, jangan-jangan Mendagri sendiri sudah menerima pesanan dari pengusaha minuman keras, sehingga menginginkan Perda anti minuman keras ini dicabut," kata Suli mempertanyakan.
Oleh karena itu, Suli menegaskan, DPRD Pamekasan akan terus berjuang dan melawan jika pemerintah pusat terus menekan daerah supaya mencabut atau merevisi perda tersebut.
"Silakan saja Mendagri mencabut, kalau memang ingin membuka front baru di negeri ini. Saya yakin umat Islam akan beramai-ramai turun ke jalan untuk memprotes kebijakan pencabutan itu," ucap Suli yang menilai perda anti miras sebagai syiar moral agama. [IK/Ant/hdy]
"Kami nyatakan dengan tegas bahwa kami tidak akan pernah merevisi perda tersebut, apalagi mencabutnya," kata juru bicara DPRD Pamekasan, Suli Faris dalam diskusi bertema "Dampak Bahaya Minuman Keras Bagi Masyarakat" di Pamekasan, Senin (30/1) malam.
Suli menjelaskan, ada sejumlah pertimbangan DPRD Pamekasan tidak bersedia mencabut ataupun merevisi perda anti minuman keras itu.
"Pertama, kami menganggap bahwa perda itu tidak bertentangan dengan peraturan perundangan yang lebih tinggi," terang Suli.
Alasan kedua, Peraturan Presiden nomor 03 Tahun 1997 yang menjadi acuan Mendagri untuk mencabut perda, dalam struktur hukum di Indonesia tidak termasuk bagian dari hirarki peraturan perundang-undangan yang berkekuatan hukum mengikat.
Selain itu, menurut Undang-Undang Nomor: 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, keberadaan Perpres tersebut tidak harus dipatuhi.
Alasan ketiga, tindak pidana kriminal yang sering terjadi akhir-akhir ini sebagian besar disebabkan oleh minuman keras dan sejenisnya, seperti narkotika dan lain-lain.
Perda anti minuman keras di Pamekasan sudah berjalan sepuluh tahun. Masyarakat Pamekasan tidak ada yang keberatan atau menolak perda tersebut. Di samping itu, materi perda tidak bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi, juga dengan norma atau ketentuan yang telah syariatkan agama yang secara tegas justru mengharamkan minuman keras.
"Kami malah curiga, jangan-jangan Mendagri sendiri sudah menerima pesanan dari pengusaha minuman keras, sehingga menginginkan Perda anti minuman keras ini dicabut," kata Suli mempertanyakan.
Oleh karena itu, Suli menegaskan, DPRD Pamekasan akan terus berjuang dan melawan jika pemerintah pusat terus menekan daerah supaya mencabut atau merevisi perda tersebut.
"Silakan saja Mendagri mencabut, kalau memang ingin membuka front baru di negeri ini. Saya yakin umat Islam akan beramai-ramai turun ke jalan untuk memprotes kebijakan pencabutan itu," ucap Suli yang menilai perda anti miras sebagai syiar moral agama. [IK/Ant/hdy]
0 comments:
Post a Comment