Menteri Pertahanan Mesir Abdul Fattah As Sisi mengatakan militer Mesir berencana melakukan kudeta terhadap Presiden Muhammad Mursi, jika semua parpol tak menyelesaikan krisis dalam 48 jam.
Namun rencana itu ditentang Juru Bicara militer Ahmed Ali. Menurut Ali, disiplin dan budaya militer tak mengizinkan 'kudeta militer'. Ia menggambarkan pernyataan As-Sisi sebagai 'interaksi' dengan rakyat.
Seperti dilansir Republika, Selasa (2/7), meskipun pemrotes yang menentang Presiden Mursi menyambut baik pernyataan militer, pendukung Mursi sudah bergerak lebih awal. Mereka berkumpul di berbagai tempat di Mesir, bukan di bundaran utama di dekat Masjid Rabi Al-Adawiya, Kota Nasr, Kairo. Pendukung Presiden Mesir itu menyampaikan solidaritas mereka untuk Mursi dan menolak pernyataan militer.
"Angkatan Bersenjata takkan menjadi bagian dari politik atau kekuasaan," kata Menteri Pertahanan Abdul Fattah As Sisi dalam pidato audio yang ditayangkan televisi resmi, seperti disadur dari Xinhua.
Ia mengatakan, tenggat 48 jam merupakan kesempatan terakhir bagi semua pihak untuk memenuhi tuntutan rakyat dan menyelesaikan krisis. Ia menyebut kondisi saat ini bersejarah.
As Sisi memperingatkan, "Membuang-buang lebih banyak waktu akan mengakibatkan konflik dan perpecahan lebih besar, sudah sangat membuat rakyat menderita akibat krisis politik yang berlangsung."
Militer selalu memegang kekuasaan di Mesir sejak masa kemerdekaan. Muhammad Najib yang menjadi presiden pertama dipaksa mundur pada 1954 dan Gamal Abdun Naser kemudian menggantikannya menjadi presiden kedua. Setelah meninggal pada 1970, ia digantikan oleh Anwar Sadat. Anwar Sadat yang ditembak dalam sebuah parade militer pada 1981 kemudian digantikan oleh Husni Mubarak hingga tumbang pada Revolusi 2011. Banyak pihak menilai, Mursi sebagai presiden pertama dari kalangan sipil membuat militer "gatal" untuk menumbangkannya. [IK/Rpb/bsb]
Namun rencana itu ditentang Juru Bicara militer Ahmed Ali. Menurut Ali, disiplin dan budaya militer tak mengizinkan 'kudeta militer'. Ia menggambarkan pernyataan As-Sisi sebagai 'interaksi' dengan rakyat.
Seperti dilansir Republika, Selasa (2/7), meskipun pemrotes yang menentang Presiden Mursi menyambut baik pernyataan militer, pendukung Mursi sudah bergerak lebih awal. Mereka berkumpul di berbagai tempat di Mesir, bukan di bundaran utama di dekat Masjid Rabi Al-Adawiya, Kota Nasr, Kairo. Pendukung Presiden Mesir itu menyampaikan solidaritas mereka untuk Mursi dan menolak pernyataan militer.
"Angkatan Bersenjata takkan menjadi bagian dari politik atau kekuasaan," kata Menteri Pertahanan Abdul Fattah As Sisi dalam pidato audio yang ditayangkan televisi resmi, seperti disadur dari Xinhua.
Ia mengatakan, tenggat 48 jam merupakan kesempatan terakhir bagi semua pihak untuk memenuhi tuntutan rakyat dan menyelesaikan krisis. Ia menyebut kondisi saat ini bersejarah.
As Sisi memperingatkan, "Membuang-buang lebih banyak waktu akan mengakibatkan konflik dan perpecahan lebih besar, sudah sangat membuat rakyat menderita akibat krisis politik yang berlangsung."
Militer selalu memegang kekuasaan di Mesir sejak masa kemerdekaan. Muhammad Najib yang menjadi presiden pertama dipaksa mundur pada 1954 dan Gamal Abdun Naser kemudian menggantikannya menjadi presiden kedua. Setelah meninggal pada 1970, ia digantikan oleh Anwar Sadat. Anwar Sadat yang ditembak dalam sebuah parade militer pada 1981 kemudian digantikan oleh Husni Mubarak hingga tumbang pada Revolusi 2011. Banyak pihak menilai, Mursi sebagai presiden pertama dari kalangan sipil membuat militer "gatal" untuk menumbangkannya. [IK/Rpb/bsb]
0 comments:
Post a Comment