Raja Abdullah dari Arab Saudi telah menjadi pahlawan bagi kaum wanita di negaranya. Pasalnya, dia telah melarang para pria bekerja di toko-toko pakaian lingerie.
Selama ini kaum hawa Saudi malu untuk membeli lingerie karena pelayan tokonya adalah kaum adam. Para wanita merasa malu ketika memberikan ukuran branya kepada pelayan toko lelaki.
Pekerja perempuan Saudi dalam tiga tahun terakhir ini terlibat perdebatan dengan Departemen Tenaga Kerja dan otoritas Agama. Fatwa telah dikeluarkan untuk melarang pekerja wanita bekerja di toko-toko pakaian lingerie. Tapi, mereka kini merasa lega karena Raja Abdullah akan mengeluarkan peraturan yang melarang pelayan lelaki di toko-toko pakaian lingerie.
Keputusan tersebut juga menjadi jawaban atas masalah pengangguran tenaga kerja wanita. Jumlahnya mencapai sekitar 30 persen.
Risih
Perempuan Arab Saudi selama ini merasa malu dan risih membeli lingeri jika pelayan tokonya adalah kaum laki-laki. Mereka lebih memilih asistennya yang perempuan.
Fatima Garuba, pendiri gerakan facebook 'Enough Embarrassment', menyambut baik rencana Raja Abdullah. Garuba menilai kebijakan tersebut akan membuka sekitar 6.000 lapangan kerja bagi perempuan Saudi.
''Dari Sekarang, rasa malu itu akan berakhir,'' katanya. ''Kami berterima kasih kepada Raja yang memahami perasaan kami. Kami telah menantikan keputusan ini untuk waktu yang lama.''
Pada Februari 2010, aktivis perempuan mendesak untuk memboikot toko-toko lingerie yang mempekerjakan pelayan lelaki. Mereka menggelar aksi boikot selama dua pekan.
Mereka mengatakan bahwa kaum wanita tidak perlu memberikan ukuran tubuhnya kepada pelayan toko lelaki ketika mereka akan membeli pakaian lingerie. Karena, hal tersebut tidak bertentangan dengan syariat Islam.
Reem Asaad, profesor ekonomi di Jeddah, telah memulai kampanye ini sejak 2008. Polisi syariah tidak mempersoalkan wanita bekerja di toko selama toko tersebut khusus wanita. [Republika]
Selama ini kaum hawa Saudi malu untuk membeli lingerie karena pelayan tokonya adalah kaum adam. Para wanita merasa malu ketika memberikan ukuran branya kepada pelayan toko lelaki.
Pekerja perempuan Saudi dalam tiga tahun terakhir ini terlibat perdebatan dengan Departemen Tenaga Kerja dan otoritas Agama. Fatwa telah dikeluarkan untuk melarang pekerja wanita bekerja di toko-toko pakaian lingerie. Tapi, mereka kini merasa lega karena Raja Abdullah akan mengeluarkan peraturan yang melarang pelayan lelaki di toko-toko pakaian lingerie.
Keputusan tersebut juga menjadi jawaban atas masalah pengangguran tenaga kerja wanita. Jumlahnya mencapai sekitar 30 persen.
Risih
Perempuan Arab Saudi selama ini merasa malu dan risih membeli lingeri jika pelayan tokonya adalah kaum laki-laki. Mereka lebih memilih asistennya yang perempuan.
Fatima Garuba, pendiri gerakan facebook 'Enough Embarrassment', menyambut baik rencana Raja Abdullah. Garuba menilai kebijakan tersebut akan membuka sekitar 6.000 lapangan kerja bagi perempuan Saudi.
''Dari Sekarang, rasa malu itu akan berakhir,'' katanya. ''Kami berterima kasih kepada Raja yang memahami perasaan kami. Kami telah menantikan keputusan ini untuk waktu yang lama.''
Pada Februari 2010, aktivis perempuan mendesak untuk memboikot toko-toko lingerie yang mempekerjakan pelayan lelaki. Mereka menggelar aksi boikot selama dua pekan.
Mereka mengatakan bahwa kaum wanita tidak perlu memberikan ukuran tubuhnya kepada pelayan toko lelaki ketika mereka akan membeli pakaian lingerie. Karena, hal tersebut tidak bertentangan dengan syariat Islam.
Reem Asaad, profesor ekonomi di Jeddah, telah memulai kampanye ini sejak 2008. Polisi syariah tidak mempersoalkan wanita bekerja di toko selama toko tersebut khusus wanita. [Republika]
0 comments:
Post a Comment