Judul Buku : Merindukan Jalan Dakwah
Penulis : Umar Hidayat
Penerbit : Darul Uswah (Kelompok Penerbit Pro-U Media)
Cetakan Ke : 1
Tahun Terbit : 2011 M
Tebal Buku : 264 halaman
***
Setidaknya, ada tiga kategori aktifis dakwah. Pertama, mereka yang telah lama berdakwah dan masih ada di jalan dakwah. Kedua, mereka yang ada di jalan dakwah tetapi semangatnya sedang melemah. Dan ketiga, mereka yang futur dari jalan dakwah. Antum masuk yang mana? Masuk kategori manapun, buku Merindukan Jalan Dakwah ini dimaksudkan untuk ketiganya; untuk kita semua.
Buku ini diawali dengan penyadaran kembali mengapa kita merindukan jalan dakwah. Bahwa dakwah "satu-satunya" adalah jalan yang disediakan Allah bagi hambaNya yang dibeliNya dengan harga surga. Maka dakwah memiliki sejumlah keutamaan yang sangat luar biasa.
Karena merupakan pekerjaan besar yang mulia dan berujung surga, jalan dakwah akan selalu berhadapan dengan ujian. Bagaimana aktifis dakwah menghadapi ujian itu, demikianlah ia akan lulus sebagai dai yang istiqamah atau terjatuh di jalan dakwah. Mengutip Anthony Dio Martin, penulis (Umar Hidayat) membagi manusia ke dalam empat tipe ketika menghadapi ujian.
Ada manusia yang bertipe lempeng besi. Seperti besi yang tahan panas lalu lama-lama memuai bahkan leleh, manusia tipe ini kuat bertahan pada awal ujian. Tetapi ketika ujian itu berlanjut, ia mulai melemah dan akhirnya kalah.
Ada yang tipenya kayu rapuh. Sedikit saja mendapatkan ujian ia akan putus asa. Bisa jadi dari luar kelihatan bagus, tetapi dalamnya rapuh. Dan itu terlihat nyata saat ujian datang kepadanya.
Ada pula manusia yang bertipe kapas. Mendapat tekanan, ia kembali ke bentuk semula. Ia bisa kembali bersemangat dan giat, meskipun saat mendapatkan ujian ia tertekan. Dan yang paling hebat adalah tipe bola pingpong. Seberapa besar ujian datang, sebesar itulah ia bersemangat, bekerja, berharakah, berkontribusi dalam dakwah. Ujian hanya membuatnya semakin kuat dan berpengalaman.
Ujian Dakwah Sebuah Keniscayaan
Setelah mengajak pembaca menyusuri deskripsi istilah merindukan jalan dakwah, penulis membagi buku ini ke dalam tiga bagian. Bagian pertama terdiri dari 5 sub bab yang mengarah pada sebuah konklusi bahwa ujian dakwah adalah keniscayaan.
Dengan adanya ujian, sampailah seseorang kepada kedudukan mulia yang sebenarnya. Melalui jembatan itu ia diuji agar nyata sebagai orang yang terpuji. Melalui ujian, seseorang ditempa untuk mampu menghadapi godaan yang membinasakan. Baik itu hawa nafsu, nafsu jiwa, syaitan maupun dunia. Ujian yang dihadapi manusia pada hakikatnya berada dalam empat hal yang membinasakan itu, termasuk ujian dalam dakwah. Apakah dengan ujian itu ia mampu memenangkan imannya, atau ia terjatuh mengumbar hawa, menuruti nafsu, terbujuk syetan atau tertawan dunia.
Ujian –termasuk dalam dakwah- juga harus ada karena melalui ujian itulah seseorang mendapati derajatnya meninggi.
Bersiaplah Menghadapi Ujian Dakwah
Tak cukup bagi seorang aktifis dakwah untuk meyakini bahwa ujian pasti datang. Lebih dari itu ia harus menyiapkan diri. Siap menghadapi ujian yang akan datang. Siap menghadapi badai yang akan menerpa. Bagian kedua buku ini menunjukkan bagaimana cara kita menyiapkan diri.
Pertama, mengokohkan keyakinan. Mengokohkan iman. Bahwa Allah SWT yang telah mewajibkan dakwah, maka Dia pula yang akan memberikan kekuatan kepada pengusungnya untuk kuat menanggung beban itu berikut segala ujian yang dihadapinya.
Kedua, menguatkan tekad dan semangat dengan terus menyadari bahwa balasan surga menanti bagi dai yang ikhlas menempuh jalan ini. Senantiasa mendekat kepada-Nya dan memperbaiki kualitas hubungan dengan-Nya menjadikan seprang aktifis dakwah memiliki kekuatan tekad dan harapan mendapatkan surga terpancar di hadapannya. Setiap kali ujian menerpa, aktifis dakwah bisa mengingatkan dirinya bahwa jika ia menyerah maka surga takkan pernah diraihnya. Namun jika ia istiqamah, kesulitan yang membuatnya lelah dan berdarah-darah pastilah tidak seberapa jika dibandingkan dengan balasan berupa surga.
Ketiga, terus bekerja keras. Terus beraktifitas dalam dakwah. Terus melangkah di jalan dakwah. Sebab dengan terus bekerja, keyakinan akan membuncah, keraguan terhapuskan dan ujian terasa lebih ringan. Kerja keras adalah ekspresi keteguhan, sekaligus bukti bahwa kita merindukan jalan dakwah.
Keempat, mengambil hikmah dari segala kejadian, termasuk kekalahan. Ketika dakwah berjalan sekian lama tetapi kemenangan belum kunjung tiba, sebagian orang menganggapnya sebagai kekalahan. Kalaupun itu dianggap kekalahan, seharusnya kita mampu mengambil hikmahnya dan memperbaiki diri serta jamaah untuk mendobrak kemenangan. Seperti perang Uhud yang tak pernah lagi terulang. Boleh kalah, tetapi sebab kekalahan tak boleh terulang.
Kelima, selalu berdoa. Sebab dakwah ini adalah tugas dari Allah dan Dia-lah yang kuasa memenangkannya. Dia pula yang telah menurunkan ujian dan kuasa untuk menguatkan hamba-Nya. Maka berdoa adalah senjata yang tak boleh tanggal dari jalan dakwah kita.
Keenam, senada dengan poin pertama dan kelima, yakinlah bahwa Allah senantiasa akan menolong hamba-Nya yang tengah berdakwah, berjuang menolong agama-Nya.
Solusi Islam
Bagian ketiga buku Merindukan Jalan Dakwah mengajak pembacanya untuk menjadikan Islam sebagai solusi; dalam segala hal, khususnya menghadapi ujian. Bagaimana mungkin seseorang yang menyatakan memperjuangkan Islam tetapi ketika ada masalah mengambil sesuatu di luar Islam sebagai solusinya? Maka amal-amal islami harus ditingkatkan, jumlah aktifis dakwah diperbanyak sekaligus kualitasnya ditingkatkan, maksiat ditinggalkan tak boleh diteruskan, shalat malam dibiasakan dan terus menerus memperbarui iman.
Banyak ulasan bermanfaat dan sarat hikmah dalam buku Merindukan Jalan Dakwah. Semoga review yang singkat ini menjadi motivasi tersendiri bagi kita untuk membaca sendiri buku itu. [Muchlisin]
Penulis : Umar Hidayat
Penerbit : Darul Uswah (Kelompok Penerbit Pro-U Media)
Cetakan Ke : 1
Tahun Terbit : 2011 M
Tebal Buku : 264 halaman
***
Setidaknya, ada tiga kategori aktifis dakwah. Pertama, mereka yang telah lama berdakwah dan masih ada di jalan dakwah. Kedua, mereka yang ada di jalan dakwah tetapi semangatnya sedang melemah. Dan ketiga, mereka yang futur dari jalan dakwah. Antum masuk yang mana? Masuk kategori manapun, buku Merindukan Jalan Dakwah ini dimaksudkan untuk ketiganya; untuk kita semua.
Buku ini diawali dengan penyadaran kembali mengapa kita merindukan jalan dakwah. Bahwa dakwah "satu-satunya" adalah jalan yang disediakan Allah bagi hambaNya yang dibeliNya dengan harga surga. Maka dakwah memiliki sejumlah keutamaan yang sangat luar biasa.
Karena merupakan pekerjaan besar yang mulia dan berujung surga, jalan dakwah akan selalu berhadapan dengan ujian. Bagaimana aktifis dakwah menghadapi ujian itu, demikianlah ia akan lulus sebagai dai yang istiqamah atau terjatuh di jalan dakwah. Mengutip Anthony Dio Martin, penulis (Umar Hidayat) membagi manusia ke dalam empat tipe ketika menghadapi ujian.
Ada manusia yang bertipe lempeng besi. Seperti besi yang tahan panas lalu lama-lama memuai bahkan leleh, manusia tipe ini kuat bertahan pada awal ujian. Tetapi ketika ujian itu berlanjut, ia mulai melemah dan akhirnya kalah.
Ada yang tipenya kayu rapuh. Sedikit saja mendapatkan ujian ia akan putus asa. Bisa jadi dari luar kelihatan bagus, tetapi dalamnya rapuh. Dan itu terlihat nyata saat ujian datang kepadanya.
Ada pula manusia yang bertipe kapas. Mendapat tekanan, ia kembali ke bentuk semula. Ia bisa kembali bersemangat dan giat, meskipun saat mendapatkan ujian ia tertekan. Dan yang paling hebat adalah tipe bola pingpong. Seberapa besar ujian datang, sebesar itulah ia bersemangat, bekerja, berharakah, berkontribusi dalam dakwah. Ujian hanya membuatnya semakin kuat dan berpengalaman.
Ujian Dakwah Sebuah Keniscayaan
Setelah mengajak pembaca menyusuri deskripsi istilah merindukan jalan dakwah, penulis membagi buku ini ke dalam tiga bagian. Bagian pertama terdiri dari 5 sub bab yang mengarah pada sebuah konklusi bahwa ujian dakwah adalah keniscayaan.
Dengan adanya ujian, sampailah seseorang kepada kedudukan mulia yang sebenarnya. Melalui jembatan itu ia diuji agar nyata sebagai orang yang terpuji. Melalui ujian, seseorang ditempa untuk mampu menghadapi godaan yang membinasakan. Baik itu hawa nafsu, nafsu jiwa, syaitan maupun dunia. Ujian yang dihadapi manusia pada hakikatnya berada dalam empat hal yang membinasakan itu, termasuk ujian dalam dakwah. Apakah dengan ujian itu ia mampu memenangkan imannya, atau ia terjatuh mengumbar hawa, menuruti nafsu, terbujuk syetan atau tertawan dunia.
Ujian –termasuk dalam dakwah- juga harus ada karena melalui ujian itulah seseorang mendapati derajatnya meninggi.
Bersiaplah Menghadapi Ujian Dakwah
Tak cukup bagi seorang aktifis dakwah untuk meyakini bahwa ujian pasti datang. Lebih dari itu ia harus menyiapkan diri. Siap menghadapi ujian yang akan datang. Siap menghadapi badai yang akan menerpa. Bagian kedua buku ini menunjukkan bagaimana cara kita menyiapkan diri.
Pertama, mengokohkan keyakinan. Mengokohkan iman. Bahwa Allah SWT yang telah mewajibkan dakwah, maka Dia pula yang akan memberikan kekuatan kepada pengusungnya untuk kuat menanggung beban itu berikut segala ujian yang dihadapinya.
Kedua, menguatkan tekad dan semangat dengan terus menyadari bahwa balasan surga menanti bagi dai yang ikhlas menempuh jalan ini. Senantiasa mendekat kepada-Nya dan memperbaiki kualitas hubungan dengan-Nya menjadikan seprang aktifis dakwah memiliki kekuatan tekad dan harapan mendapatkan surga terpancar di hadapannya. Setiap kali ujian menerpa, aktifis dakwah bisa mengingatkan dirinya bahwa jika ia menyerah maka surga takkan pernah diraihnya. Namun jika ia istiqamah, kesulitan yang membuatnya lelah dan berdarah-darah pastilah tidak seberapa jika dibandingkan dengan balasan berupa surga.
Ketiga, terus bekerja keras. Terus beraktifitas dalam dakwah. Terus melangkah di jalan dakwah. Sebab dengan terus bekerja, keyakinan akan membuncah, keraguan terhapuskan dan ujian terasa lebih ringan. Kerja keras adalah ekspresi keteguhan, sekaligus bukti bahwa kita merindukan jalan dakwah.
Keempat, mengambil hikmah dari segala kejadian, termasuk kekalahan. Ketika dakwah berjalan sekian lama tetapi kemenangan belum kunjung tiba, sebagian orang menganggapnya sebagai kekalahan. Kalaupun itu dianggap kekalahan, seharusnya kita mampu mengambil hikmahnya dan memperbaiki diri serta jamaah untuk mendobrak kemenangan. Seperti perang Uhud yang tak pernah lagi terulang. Boleh kalah, tetapi sebab kekalahan tak boleh terulang.
Kelima, selalu berdoa. Sebab dakwah ini adalah tugas dari Allah dan Dia-lah yang kuasa memenangkannya. Dia pula yang telah menurunkan ujian dan kuasa untuk menguatkan hamba-Nya. Maka berdoa adalah senjata yang tak boleh tanggal dari jalan dakwah kita.
Keenam, senada dengan poin pertama dan kelima, yakinlah bahwa Allah senantiasa akan menolong hamba-Nya yang tengah berdakwah, berjuang menolong agama-Nya.
Solusi Islam
Bagian ketiga buku Merindukan Jalan Dakwah mengajak pembacanya untuk menjadikan Islam sebagai solusi; dalam segala hal, khususnya menghadapi ujian. Bagaimana mungkin seseorang yang menyatakan memperjuangkan Islam tetapi ketika ada masalah mengambil sesuatu di luar Islam sebagai solusinya? Maka amal-amal islami harus ditingkatkan, jumlah aktifis dakwah diperbanyak sekaligus kualitasnya ditingkatkan, maksiat ditinggalkan tak boleh diteruskan, shalat malam dibiasakan dan terus menerus memperbarui iman.
Banyak ulasan bermanfaat dan sarat hikmah dalam buku Merindukan Jalan Dakwah. Semoga review yang singkat ini menjadi motivasi tersendiri bagi kita untuk membaca sendiri buku itu. [Muchlisin]
0 comments:
Post a Comment