Lebih dari 1.300 wanita Arab Saudi mengajukan gugatan cerai pada tahun 2013 dengan alasan kurang nafkah batin alias hubungan seksual, lansir Kementerian Kehakiman Kerajaan Arab Saudi.
Seperti dikutip Hidayatullah dari Al Arabiya, Rabu (29/1), sebanyak 1.371 kasus cerai karena kurangnya nafkah batin diajukan oleh wanita sedangkan 238 kasus serupa diajukan oleh pihak pria.
Seorang pengacara dan mantan hakim Ahmad Saqia kepada Al-Arabiya mengatakan, gugatan biasanya dilakukan di kampung halaman pihak wanita dan prosesnya tidak lebih dari 8 hari, karena masalah itu dianggap “sensitif”.
“Sebagian orang, terutama yang tinggal di daerah terpencil dan pedesaan, menilai menggugat ke pengadilan (karena kurang nafkah batin) adalah tidak patut,” kata Saqia.
Namun praktisi hukum itu menjelaskan bahwa sebagian besar kasus gugatan itu dapat diselesaikan dengan “kesepakatan”, termasuk kesepakatan untuk mencari pengobatan sesuai dengan hukum syariah.
Biasanya, jika seorang wanita mengaku kurang mendapatkan kepuasan di tempat tidur, hal itu cukup bagi hakim untuk mengabulkan permohonan cerainya. Tetapi 60% kasus semacam itu bisa diselesaikan secara “musyawarah”, imbuhnya.
Saqia mendukung keputusan Kementerian Kehakiman untuk mengungkapkan data statistik tersebut. Menurutnya, hal itu memungkin para peneliti dan pakar untuk menanggapi masalah tersebut.
Hani Al-Ghamdi seorang psikoterapis khusus masalah keluarga dan sosial mengatakan, “Orang harus paham bahwa salah satu pilar penting dalam kehidupan pernikahan adalah hubungan seksual. Dan tidak ada yang salah dengan hal itu.”
“Ketika seorang istri mengeluhkan masalah ini, itu artinya ada kegagalan dalam rumah tangga dan itu adalah haknya untuk mengadukan masalah tersebut. Banyak kisah tentang pendahulu kita yang menegaskan bahwa hubungan seksual adalah bagian penting dalam kehidupan pernikahan yang bahagia,” tegas Al-Ghamdi.
Pria pakar psikologi itu lebih lanjut mengatakan, para wanita seharusnya tidak perlu malu untuk mengajukan gugatan dengan alasan hubungan seks yang kurang dalam rumahtangganya.
“Itu reaksi normal dan kasus seperti itu selalu ada dan masih ada di pengadilan. Yang mengejutkan saya adalah orang-orang justru terperangah akan kasus semacam itu. Bagi kami para spesialis, sudah mengetahui adanya masalah seperti itu bertahun-tahun lamanya,” kata Al-Ghamdi.
“Banyak pasangan mengalami kekurangan hubungan intim. Tapi mari kita jujur, masalah ini bisa ditemui di mana saja. Kami tidak menyarankan cerai, melainkan lebih berusaha untuk mencari solusi masalahnya. Yang pasti hubungan seksual itu adalah masalah yang rumit, sama sekali tidak sederhana. Godaan dan hubungan di luar nikah dalam kasus ini menjadi masalah utama,” papar Al-Ghamdi.
Seorang sumber yang menolak disebutkan namanya kepada Al-Arabiya mengatakan, para pengacara pria seringkali tidak nyaman menangani kasus-kasus semacam itu. Biasanya mereka menyuruh kliennya untuk berkonsultasi kepada psikolog.
Seorang pengacara bernama Sultan Zahem menganggap masalah itu tidak besar di Saudi. Menurutnya, dibanding jumlah keseluruhan kasus masalah keluarga di pengadilan, jumlah kasus “kurang nafkah batin” itu sangat kecil. [Hidayatullah/Bersamadakwah]
Seperti dikutip Hidayatullah dari Al Arabiya, Rabu (29/1), sebanyak 1.371 kasus cerai karena kurangnya nafkah batin diajukan oleh wanita sedangkan 238 kasus serupa diajukan oleh pihak pria.
Seorang pengacara dan mantan hakim Ahmad Saqia kepada Al-Arabiya mengatakan, gugatan biasanya dilakukan di kampung halaman pihak wanita dan prosesnya tidak lebih dari 8 hari, karena masalah itu dianggap “sensitif”.
“Sebagian orang, terutama yang tinggal di daerah terpencil dan pedesaan, menilai menggugat ke pengadilan (karena kurang nafkah batin) adalah tidak patut,” kata Saqia.
Namun praktisi hukum itu menjelaskan bahwa sebagian besar kasus gugatan itu dapat diselesaikan dengan “kesepakatan”, termasuk kesepakatan untuk mencari pengobatan sesuai dengan hukum syariah.
Biasanya, jika seorang wanita mengaku kurang mendapatkan kepuasan di tempat tidur, hal itu cukup bagi hakim untuk mengabulkan permohonan cerainya. Tetapi 60% kasus semacam itu bisa diselesaikan secara “musyawarah”, imbuhnya.
Saqia mendukung keputusan Kementerian Kehakiman untuk mengungkapkan data statistik tersebut. Menurutnya, hal itu memungkin para peneliti dan pakar untuk menanggapi masalah tersebut.
Hani Al-Ghamdi seorang psikoterapis khusus masalah keluarga dan sosial mengatakan, “Orang harus paham bahwa salah satu pilar penting dalam kehidupan pernikahan adalah hubungan seksual. Dan tidak ada yang salah dengan hal itu.”
“Ketika seorang istri mengeluhkan masalah ini, itu artinya ada kegagalan dalam rumah tangga dan itu adalah haknya untuk mengadukan masalah tersebut. Banyak kisah tentang pendahulu kita yang menegaskan bahwa hubungan seksual adalah bagian penting dalam kehidupan pernikahan yang bahagia,” tegas Al-Ghamdi.
Pria pakar psikologi itu lebih lanjut mengatakan, para wanita seharusnya tidak perlu malu untuk mengajukan gugatan dengan alasan hubungan seks yang kurang dalam rumahtangganya.
“Itu reaksi normal dan kasus seperti itu selalu ada dan masih ada di pengadilan. Yang mengejutkan saya adalah orang-orang justru terperangah akan kasus semacam itu. Bagi kami para spesialis, sudah mengetahui adanya masalah seperti itu bertahun-tahun lamanya,” kata Al-Ghamdi.
“Banyak pasangan mengalami kekurangan hubungan intim. Tapi mari kita jujur, masalah ini bisa ditemui di mana saja. Kami tidak menyarankan cerai, melainkan lebih berusaha untuk mencari solusi masalahnya. Yang pasti hubungan seksual itu adalah masalah yang rumit, sama sekali tidak sederhana. Godaan dan hubungan di luar nikah dalam kasus ini menjadi masalah utama,” papar Al-Ghamdi.
Seorang sumber yang menolak disebutkan namanya kepada Al-Arabiya mengatakan, para pengacara pria seringkali tidak nyaman menangani kasus-kasus semacam itu. Biasanya mereka menyuruh kliennya untuk berkonsultasi kepada psikolog.
Seorang pengacara bernama Sultan Zahem menganggap masalah itu tidak besar di Saudi. Menurutnya, dibanding jumlah keseluruhan kasus masalah keluarga di pengadilan, jumlah kasus “kurang nafkah batin” itu sangat kecil. [Hidayatullah/Bersamadakwah]
0 comments:
Post a Comment